Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengaku tidak mempermasalahkan aset hasil korupsi memperoleh fasilitas pengampunan pajak (
tax amnesty) ketika pemiliknya hendak merepatriasinya ke dalam negeri. Selama pengampunan pajak tersebut tidak menggugurkan sanksi pidana bagi koruptor yang merugikan negara di masa lalu.
“Pajak tidak lihat sumber dana, yang penting dana yang masuk halal, haram, setengah haram itu harus bayar pajak. Intinya, kami tidak menghapuskan pidananya. Kami hanya terima pembayaran pajaknya. Kami hanya mengampuni pelanggaran pajaknya,” tutur Bambang di kantor Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Jakarta, Rabu (27/4).
Menurut Bambang, Undang-undang
Tax Amnesty bersifat
lex specialis. Artinya suatu hukum yang bersifat khusus dan bisa mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal menjamin tidak akan menghalangi proses penyidikan apabila sumber aset repatriasi berasal dari tindak pidana korupsi. Bahkan, pemerintah telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan terkait penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) nantinya.
“Penyidikan pidana bisa diproses tetapi tidak boleh menggunakan data yang ada di kami,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan dengan sejumlah poin dalam draf RUU
Tax Amnesty.
Salah satunya adalah aturan tidak boleh dijadikannya data pengemplang pajak sebagai pintu masuk penyelidikan, dengan alasan memberikan rasa aman bagi pengemplang pajak sehingga mau merepatriasi asetnya ke dalam negeri.
Padahal, KPK memperkirakan KPK memperkirakan sekitar 10 persen dari ribuan triliun dana yang diparkir pengemplang pajak di luar negeri merupakan hasil korupsi.
"Kalau dana yang didapat dari korupsi ini kan seolah kami mengampuni perbuatan itu. Saya membacanya seperti ada pengampunan terhadap korupsi terkait
tax amnesty," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung DPR, kemarin malam.
Poin lainnya ialah unsur rahasia yang harus dipegang seluruh penegak hukum. Pasal 22 ayat 2 dan 3 draf beleid itu mengatur, data wajib pajak dapat diberitahu kepada pihak lain atas seizin wajib pajak yang bersangkutan.
(gen)