Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya penurunan pertumbuhan hasil produksi (
output) industri manufaktur skala sedang dan besar sampai 4,07 persen pada kuartal I 2016. Sementara selama periode yang sama tahun sebelumnya, industri manufaktur Indonesia masih mampu melaju 5,06 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan penurunan ini terjadi akibat berkurangnya hasil produksi industri pengolahan tembakau sebesar 9,99 persen secara tahunan. Hal tersebut menurut Suryamin dipicu oleh panen tembakau yang terganggu di awal tahun, bukan dampak akibat peningkatan tarif cukai rokok.
"Memang industri tembakau ini sangat signifikan pengaruhnya, bahkan porsinya bisa mencapai yang mengambil porsi mencapai 7,09 persen terhadap total pertumbuhan industri secara keseluruhan," jelas Suryamin di Jakarta, Senin (2/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain pengolahan tembakau, industri lain yang hasil produksinya mengalami kontraksi adalah kertas dan barang kertas sebesar 5,73 persen serta karet, barang dari karet, dan plastik sebesar 7,66 persen.
Kendati demikian, terdapat pula industri yang berhasil meningkatkan produksinya seperti farmasi sebesar 10,5 persen, barang galian bukan logam sebesar 8,58 persen, hingga industri makanan dengan nilai 4,54 persen.
"Sebetulnya pertumbuhan industri secara total itu masih dibantu oleh hasil produksi industri makanan. Karena
share-nya saja sudah mengambil 26,85 persen secara keseluruhan, sehingga kalau bisa digenjot akan lebih baik lagi," ujarnya.
Ganggu Pertumbuhan IndustriBerkurangnya hasil produksi industri pada kuartal I menyebabkan industri nasional hanya mampu tumbuh 3,41 persen sampai Maret 2016 dibandingkan capaian kuartal IV 2015 yang mencapai 4,75 persen. Namun Suryamin mengatakan, hal ini terbilang wajar karena siklus pertumbuhan industri yang seperti itu.
"Karena biasanya di akhir tahun banyak yang menggenjot produksinya untuk memenuhi kebutuhan akhir tahun, baik itu untuk konsumsi private maupun Pemerintah. Di awal tahun kan biasanya tak ada kejadian yang mampu menggerakkan konsumsi secara masif, makanya output lebih kecil secara kuartalan," jelasnya.
Ia melanjutkan, pertumbuhan industri yang melemah di kuartal pertama ini mungkin akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 mengingat kontribusinya yang sangat besar terhadap pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, ia belum bisa memastikan hal tersebut karena kini data terkait pertumbuhan ekonomi sedang diolah.
Di samping itu, ia mengatakan lemahnya pertumbuhan industri di awal tahun belum tentu pertanda memburuknya pertumbuhan output industri tahun ini. Ia menuturkan pada 2014, di mana pertumbuhan industri sangat lemah di tiga bulan pertama namun bisa cemerlang mendekati penghujung tahun.
"Pada 2014, awalnya kan pertumbuhan industri hanya 3,51 persen tapi akhir tahun bisa mencapai 4,76 persen. Sama seperti tahun kemarin, awal tahun pertumbuhan industrinya malah 5,06 persen tapi di akhir tahun malah tumbuhnya sama seperti tahun 2014," jelasnya.
(gen)