April 2016, Permintaan Kredit Properti Stagnan

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jun 2016 13:50 WIB
Data Bank Indonesia, realisasi kredit KPR dan KPA sebesar Rp631,8 triliun atau naik 11,4 persen (yoy). Namun, stagnan dibanding Maret 2016.
Berdasarkan data Bank Indonesia, realisasi kredit KPR dan KPA sebesar Rp631,8 triliun atau naik 11,4 persen (yoy). Namun, stagnan dibandingkan Maret 2016. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Permintaan kredit sektor properti relatif stagnan hingga April 2016. Kredit yang mengalir untuk pemilikan rumah (KPR) dan apartemen (KPA) tersebut tercatat sebesar Rp631,8 triliun atau naik 11,4 persen secara tahunan (year on year). Realisasi ini persis dengan pencapaian bulan sebelumnya, Maret 2016 sesuai Statistik Bank Indonesia.

Hal ini mendorong PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk untuk mengevaluasi target pertumbuhannya yang tertuang dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun ini. Maryono, Direktur Utama BTN mengatakan, manajemen akan melihat secara menyeluruh tren pelemahan permintaan kredit perbankan.

"Nanti, RBB 2016 akan kami lihat secara komprehensif, jelang perubahanan. Karena, terus terang saja, kami mematok pertumbuhan yang cukup tinggi di RBB 2016," ujarnya, Kamis (2/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai informasi, di kuartal I 2016, emiten berkode BBTN ini menyalurkan kredit hingga Rp143 triliun atau tumbuh 18,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp120 triliun.

Kredit BTN didominasi oleh bisnis KPR. Untuk KPR bersubsidi, BTN menguasai 97 persen dari penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun lalu. Adapun, untuk program satu juta rumah, BTN telah merealisasikan 58.712 unit rumah. Total kredit yang disalurkan BTN untuk mendukung program ini mencapai Rp7,6 triliun.

Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuturkan, dinamika makro yang terjadi saat ini ikut melemahkan daya beli, khususnya permintaan kredit masyarakat. Ia mengimbau, perbankan untuk mencermati fenomena ini demi menjaga pertumbuhan bisnis bank.

"Jadi, tentu saja ini menjadi perhatian para pengelola industri keuangan untuk menjaga level kesiapan ya, misalnya sentimen bunga di Amerika Serikat. Ini sesuatu yang harus diantisipasi oleh pelaku industri keuangan nasional," tutur dia.

Namun demikian, ia optimistis, perbankan di Tanah Air mampu menyerap gejolak tersebut seiring dengan permodalan bank yang kuat.

Dari sisi otoritas moneter, Muliaman mengaku, mendukung upaya Bank Indonesia yang berniat melonggarkan kebijakan uang muka atau Loan to Value (LTV). Langkan ini sejalan dengan harapan pengusaha properti untuk mendorong pertumbuhan kredit properti.

"Saya kira, upaya BI melonggarkan kebijakan uang muka untuk mendorong pertumbuhan kredit lebih cepat, terutama di sektor properti. Kami sambut baik," terang Muliaman.

Muliaman juga tetap meminta agar kebijakan yang diterapkan BI tak berimbas negatif bagi industri perbankan. Salah satunya agar bank tetap menjaga rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tetap terjaga. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER