Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengkhawatirkan tiga risiko global yang bakal berdampak pada kelangsungan ekonomi nasional. Ketiga risiko eksternal ini menjadi pertimbangan pemerintah dalam merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyebutkan, risiko global pertama adalah perlambatan ekonomi China yang hanya akan tumbuh di kisaran 6,5-7 persen. Gejolak perekonomian China, yang bermuara di sektor riil maupun di sektor keuangan, berisiko mengurangi permintaan komoditas ekspor dari Indonesia.
"Melambatnya perekonomian China akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi kita (Indonesia) karena China adalah salah satu mitra dagang utama khususnya untuk ekspor dan yang diekspor ke China kebanyakan adalah komoditas," tutur Bambang dalam rapat kerja dengan Komis XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Risiko berikutnya, kata Bambang, Indonesia masih harus menghadapi pelemahan harga komoditas. Hal itu akan menekan pertumbuhan perekonomian Indonesia amupun negara-negara yang memiliki ketergantungan pada ekspor produk berbasis komoditas.
"Pola harga komoditas yang rendah ini nampaknya akan berlangsung dalam waktu yang tidak sebentar dan ini mencakup hampir semua komoditas dan belakang ditambah dengan pelemahan harga minyak bumi yang otomotis membuat harga komoditas lain tidak bisa berkembang dengan baik," ujarnya.
Terakhir, Menkeu mengingatkan risiko kenaikkan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Menurutnya Bambang, kenaikan suku bunga The Fed bisa menyebabkan ketersediaan modal menjadi lebih terbatas karena investor akan lebih memilik untuk menanamkan modal di pasar negara maju (
safe haven) ketimbang di negara berkembang.
"Dengan melihat data ekonomi AS mungkin ada perbaikan, baik dari sisi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, mulai ada spekulasi The Fed akan meningkatkan kembali suku bunganya tahun ini apakah sekali atau dua kali," ujarnya.
Selain itu, lanjut Bambang, kebijakan Bank Sentral Amerika itu juga mempengaruhi penguatan dolar yang akan menambah tekanan kepada portofolio pembiayaan baik di sektor swasta maupun publik di negara berkembang.
(ags/gen)