Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga kajian kebijakan Para Syndicate menyatakan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak harus menjadi kerangka kepentingan nasional yang lebih besar, yakni membangun reformasi perpajakan.
"Harus ada kerangka kepentingan nasional yang lebih besar untuk membangun reformasi perpajakan, dan membangun sistem Undang-undang perpajakan yang berkeadilan dan memiliki kepastian hukum," ujar Ari Nurcahyo, Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Minggu (19/6).
Menurut Ari, pihaknya tidak pro maupun kontra, sejauh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dapat melaksanakan dan menjamin terkait kebijakan tax amnesty tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena apakah presiden bisa menerapkan sistem blusukan dalam pelaksanaan tax amnesty nantinya, ketika pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan dan jalan tol presiden bisa melakukan blusukan untuk memastikan apakah prosesnya berjalan sesuai dengan arahan dan pentahapan," tuturnya.
Ia juga mengajak semua pihak bersama-sama mengkritisi kebijakan tax amnesty yang diharapkan bukan menjadi ajang pemutihan pajak dan juga bukan membuka potensi terhadap skandal keuangan.
"Karena, kami berharap ke depan pembangunan masih bisa berjalan dan kita masih tetap mencintai demokrasi yang sudah dibangun susah payah yang bertujuan mensejahterakan rakyat," ucap Ari.
Pemerintah memperkirakan, wajib pajak yang mendaftar kebijakan pengampunan pajak akan mendeklarasikan asetnya di luar negeri hingga Rp4.000 triliun, dengan kemungkinan dana repatriasi yang masuk mencapai kisaran Rp1.000 triliun dan uang tebusan untuk penerimaan pajak Rp160 triliun.
Menurut rencana, kebijakan pengampunan pajak akan dilaksanakan pada 1 Juli 2016, seusai pembahasan RUU Pengampunan Pajak, yang saat ini berada dalam tahapan rapat panitia kerja (Panja) pemerintah dengan DPR RI.
Selain itu, pemerintah menempatkan tarif uang tebusan dalam "tax amnesty" menjadi dua tahap dikarenakan perkiraan jangka waktu hanya dari Juli hingga akhir Desember 2016.
Untuk tiga bulan pertama tarif dua persen untuk repatriasi dan empat persen untuk deklarasi. Sedangkan, tiga bulan berikutnya tarif tiga persen untuk repatriasi dan enam persen untuk deklarasi.
(bir/bir)