Jakarta, CNN Indonesia -- Pelonggaran rasio pembiayaan terhadap nilai agunan (Loan to Value/LTV) berlaku di segmen kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, tidak demikian halnya dengan segmen kredit kendaraan bermotor (KBB).
Bank Indonesia (BI) menilai, ada beberapa alasan kuat yang mendasari sikapnya dalam menahan ketentuan keringanan uang muka atau down payment (DP) di segmen KKB.
"Jika melihat data, 80 persen KKB, khususnya roda empat digunakan untuk rumahtangga atau keperluan konsumtif. Kami rasa itu cukup," tutur Filianingsih Hendarta, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial, Selasa (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengacu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/10/PBI/2015 mengenai Rasio LTV atau Rasio Financing To Value (FTV), nilai kredit KKB yang diberikan oleh bank untuk kendaraan jenis roda dua, baik konvensional maupun syariah masing-masing 20 persen.
Sementara, untuk roda tiga atau lebih yang non produktif masing-masing 25 persen, dan roda tiga atau lebih untuk fungsi produktif masing-masing 20 persen.
"Kami lihat pertumbuhannya masih oke, dengan DP 20 persen permintaannya juga masih bagus. Kami tidak melihat perlu ada perubahan, pertimbangan kebijakan BI adalah untuk mendorong kredit," ujarnya.
Berbeda dengan perlambatan kredit segmen properti yang dinilai BI sebagai efek lanjutan dari proyek pembangunan perumahan. Padahal, sektor properti dianggap mampu menggerakan industri lain, seperti konstruksi dan jasa asuransi.
Hingga akhir tahun, pertumbuhan KPR diproyeksi mencapai 3,69 -6,65 persen sampai akhir tahun. "Kalau kami lihat industri real estate itu tidak berdiri sendirian. KPR bergerak berarti pembangunan bergerak, termasuk juga pembangunan yang terkait didalamnya," pungkas Fili.
(bir/gen)