Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai usulan tarif tebusan sementara Tim Perumus Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (
Tax Amnesty) cukup menarik bagi Wajib Pajak (WP).
Sebelumnya, Tim Perumus RUU Tax Amnesty telah menyepakati usulan tarif tebusan. Hal itu diungkapkan oleh Misbakhun, anggota Komisi XI DPR yang mengikuti rapat tersebut siang ini.
Bagi pemohon
tax amnesty yang hanya melaporkan (deklarasi) kekayaannya di luar negeri, dikenakan tarif 4 persen untuk periode pelaporan tiga bulan pertama. Adapun tarif naik menjadi 6 persen untuk kuartal kedua dan menjadi 10 persen jika permohonan diajukan pada tiga bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, tarif tebusan untuk aset repatriasi dan deklarasi aset di dalam negeri diusulkan sebesar 2 persen jika permohonan diajukan pada tiga bulan pertama. Tarifnya naik masing-masing menjadi 3 persen dan 5 persen untuk periode pengajuan
tax amnesty kuartal II dan III.
Kemudian, tarif tebusan aset deklarasi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diusulkan paling rendah yaitu 0,5 persen.
"Saya kira tarif itu sudah cukup menarik dan
win-win melihat kondisi saat ini dan bisa menjadi insentif bagi yang repatriasi dan juga deklarasi di dalam negeri," tutur Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
Yustinus menilai usulan tarif tebusan terendah bagi aset UMKM juga bisa mengakomodir kepentingan populis.
"Ciri populis juga bisa terakomodir karena UKM mendapatkan fasilitas tarif rendah," ujarnya.
Kendati demikian, Yustinus menilai sebaiknya masa pengajuan permohonan
tax amnesty tidak perlu diperpanjang hingga 31 Maret 2017.
Ia beralasan, jika implementasi
tax amnesty hanya sampai setahun hal itu mempermudah pemerintah dalam menghitung asumsi potensi penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun ini.
Selain itu, jika hanya sampai akhir tahun maka Wajib Pajak akan mengajukan permohonan di awal. Hal itu juga akan mempermudah pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Tahunan 2016 tahun depan.
"Kemudian, tarif terlalu tinggi di akhir juga tidak menarik sehingga tidak efektif," jelasnya.
(gir/gen)