Jakarta, CNN Indonesia -- Dana Moneter Internasional (IMF) angkat bicara mengenai hasil referendum yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Direktur IMF, Christine Lagarde mengatakan pihaknya bisa memahami keputusan yang diambil oleh warga Inggris. Atas dasar hal tersebut, ia meminta otoritas Inggris dan Uni Eropa untuk menyiapkan segala hal dengan baik.
"Kami mencatat keputusan masyarakat Inggris. Kami mendesak otoritas Inggris Raya dan Eropa untuk bekerja sama guna memastikan kelancaran transisi hubungan ekonomi yang baru antara Inggris dan Uni Eropa, termasuk dengan memperjelas prosedur dan tujuan yang luas yang akan memandu proses transisi," ujarnya dalam keterangan resmi kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Christine menjelaskan, ia mendukung bank sentral kedua belah pihak, baik Inggris dan Uni Eropa yang berkomitmen menjaga kondisi likuiditas dan kesehatan keuangan wilayahnya.
"Kami sangat mendukung komitmen dari Bank of England dan bank sentral Eropa untuk memasok likuiditas ke sistem perbankan dan mengurangi volatilitas keuangan yang berlebih. Kami akan terus memantau perkembangan dan siap untuk mendukung anggota kami apabila diperlukan," jelasnya.
Sebelumnya, hasil referendum Brexit membuat nilai tukar pound sterling anjlok ke level terendah sejak 1985 dibarengi dengan menukiknya harga saham berjangka Inggris pada Jumat (24/6). Aksi jual obligasi juga meningkat tajam dan mendongkrak biaya pinjaman Pemerintah Inggris.
Nilai tukar pound sterling anjlok hampir 10 persen kemarin, yang merupakan kejatuhan terdalam sepanjang sejarah Inggris. Tepatnya sejak rezim nilai tukar mengambang bebas diperkenalkan pada awal 1970-an.
Depresisi kurs saat ini dinilai lebih parah dibandingkan dengan tragedi 'Black Wednesday' pada September 1992, ketika miliarder George Soros melakukan aksi jual pound sterling besar-besaran sehingga melumpuhkan pertahanan Bank Sentral Inggris (BOE).
"Ini seperti kembali dari masa depan, kita seperti kembali ke era 1985," kata Nick Parsons, Wakil Kepala Strategi Mata Uang Global di NAB.
Pound sterling tercatat jatuh ke level US$1,33, yang merupakan level terendah terhadap dolar sejak September 1985. Sementara terhadap Euro, pound sterling melemah 6 persen dan terhadap yen terdepresiasi 15 persen. Sementara itu, harga saham berjangka turun 7 persen di Bursa London
"Pound sterling sudah anjlok 10 persen dalam enam jam. Itu sangat luar biasa, dan referendum Inggris telah menciptakan krisis di Eropa," kata Nick.
(gir)