Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan China Lou Jiwei menilai keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa semakin menambah tinggi faktor ketidakpastian ekonomi dunia. Ia menyebut, imbas dari hasil referendum tersebut diperkirakan bakal memberi implikasi bagi ekonomi Inggris dan dunia sampai 10 tahun ke depan.
“Brexit akan mengaburkan pandangan atas ekonomi dunia. Akibat dan dampak dari Brexit itu akan kita rasakan dalam 5 sampai 10 tahun,” ujar Jiwei saat berpidato di pertemuan tahunan perdana Asian Infrastructure Investment Bank di Beijing, dikutip dari Reuters, Minggu (27/6).
Jiwei memastikan, pemerintah negara mana pun maupun investor pasar modal dan investor sektor riil akan sulit melakukan prediksi atas pergerakan ekonomi dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Semua akan meresponsnya secara berlebihan, sampai akhirnya kita sadar bahwa semuanya perlu menenangkan diri dan melihat segala sesuatunya dengan lebih objektif,” katanya.
Indonesia sendiri merasakan dampak negatif dari referendum Brexit yang dilakukan Kamis (23/6) waktu Inggris. Bank Indonesia (BI) menyebut pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi pada Jumat (24/6) disebabkan pelaku pasar yang memindahkan dananya ke negara yang diyakini aman.
“Kami melihat ini adalah sesuatu yang wajar karena memang ada suatu
flight to quality,” tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo.
Ketika itu, Reuters mencatat rupiah sempat menyentuh level Rp13.425 per dolar.
Menurut Agus, saat ini pasar dalam kondisi risk off di mana pelaku pasar cenderung menghindari risiko, kemudian menarik dananya dan menaruhnya di negara yang dinilai aman. Berdasarkan pengamatannya, negara yang diminati pelaku pasar ada Amerika Serikat dan Jepang.
“Banyak mata uang yang tertekan tetapi kita lihat dolar dan yen ada penguatan. Itu menunjukkan bahwa Amerika dan Jepang menjadi tempat yang diminati pada saat situasi
risk off ini,” kata Mantan Menteri Keuangan ini.
Lebih lanjut, Agus meyakini pelemahan rupiah hanya akan terjadi sementara. Hal itu didukung oleh perekonomian Indonesia yang disebutkan tengah dalam kondisi prima dengan tingkat inflasi yang terjaga.
“Selain itu, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Inggris tidak terlalu besar dari sisi ekspor dan impor meskipun dampak keuangannya ada dalam bentuk aliran dana (keluar) tadi,” ujarnya.
(gen)