Ditjen Pajak Diminta Jawab Skeptis Publik Soal Tax Amnesty

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 01 Jul 2016 18:15 WIB
Pemerintah dianggap oleh sebagian kalangan terlalu kompromi dengan pengemplang pajak dengan mengobral amnesti pajak.
Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). (Antara Foto/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengingatkan Otoritas Pajak mengenai pandangan sebagian kalangan yang menganggap pemerintah kompromi dengan pengemplang pajak dengan mengobral amnesti pajak.

"Hanya ada satu hal yang dapat dilakukan, yakni menjawab skeptisisme itu dengan kerja keras dan koordinasi yang baik sehingga program ini berhasil sesuai harapan," ujar Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo melalui keterangan tertulis, Jumat (1/7).

CITA, kata Yustinus, pada prinsipnya mendukung kebijakan tax amnesty dalam rangka penuntasan reformasi perpajakan secara menyeluruh. Reformasi yang dimaksudnya meliputi revisi UU Perpajakan, UU Perbankan, perluasan akses fiskus ke data keuangan dan perbankan, transformasi kelembagaan, perlindungan hak wajib pajak, dan sistem perpajakan yang mudah, adil, dan berkepastian hukum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengampunan pajak berpeluang merepatriasi dana yang tersimpan di luar negeri, memunculkan basis pajak baru, tambahan jumlah wajib pajak baru yang signifikan, menggairahkan perekonomian dan dunia usaha, membangun kepercayaan yang lebih kokoh, dan akhirnya mewujudkan ekonomi berdikari dan bangsa yang mandiri," tuturnya.

Namun, lanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak  (DJP) harus tetap mawas diri dalam menyikapi tudingan sebagian kalangan yang menganggap program ini hanya akan menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu. "Kompromi dengan pengemplang pajak, pertanda lembeknya pemerintah terhadap penghindar pajak, hingga prediksi bahwa partisipan maupun hasil yang tidak akan optimal," tuturnya.

Yustinus menilai tak cukup hanya dengan kerja keras dan koordinasi yang baik jika tidak dibarengi dengan keteladanan para pemimpin untuk menjadi yang terdepan mengikuti Program Pengampunan Pajak, tak terkecuali Presiden dan Wakil Presiden.

"Di pihak lain, Presiden harus tegas terhadap semua pihak yang menyalahgunakan dan mengambil keuntungan pribadi (praktik moral hazard) terkait program Pengampunan Pajak ini," katanya.

Selain itu, ia juga mengingatkan pemerintah untuk bersiap menghadapi publik yang kemungkinan mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, upaya semacam itu harus dihormati dan dilindungi di Indonesia yang katanya negara demokrasi.

Terkait repatriasi, ia meminta pemerintah memberi kesempatan pertama bagi bank-bank BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta nasional untuk menampung dan mengelola potensi dana repatriasi. Hal itu juga harus dibarengi dengan perbaikan iklim investasi, kepastian hukum, kemudahan perizinan, debirokratisasi, pemangkasan biaya logistik, reformasi tata kelola keuangan dan perbankan.

"Ini adalah kesempatan emas terakhir sebelum penegakan hukum yang tegas dan keras diberlakukan. Tidak ada alasan untuk tidak berpartisipasi dan memanfaatkan, termasuk wajib menghindari upaya-upaya manipulatif yang akan merugikan negara," tandasnya. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER