Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan negoisasi pungutan pajak kepada sejumlah perusahaan media sosial global yang beroperasi di Tanah Air. Selama ini, DJP kesulitan untuk memungut pajak perusahaan medsos sekaliber Google, Facebook dan Twitter lantaran keberadaan hub medsos tersebut di Singapura, bukan di Indonesia.
Muhammad Haniv, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus mengungkapkan, Google, Facebook, dan Twitter sudah berstatus Badan Usaha Tetap (BUT). Namun, karena keberadaan hub perusahaan terletak di Singapura, tidak memungkinkan apabila perusahaan-perusahaan medsos tersebut dipungut pajak dengan optimal.
Pasalnya, lanjut Haniv, perjanjian pajak (tax treaty) antara Indonesia dan Singapura tidak menyepakati soal force of attraction rule, di mana penghasilan yang diterima kantor pusat, dalam hal ini hub perusahaan di Singapura, yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUT-nya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya sekarang, tax treaty kita (Indonesia) dengan Singapura itu force of attraction rule-nya tidak ada, biasanya ada. Dia (perusahaan) sudah tahu itu, makanya kenapa hub-nya dibikin di Singapura, karena kita macan ompong,” ujarnya saat ditemui di Kantor DJP, Kamis (30/6) lalu.
Guna menyiasati hal itu, saat ini, DJP masih dalam proses negosiasi dengan perusahaan terkait mengusung asas keadilan (fairness). Cara seperti ini telah digunakan oleh otoritas perpajakan Inggris untuk menarik pajak dari Google beberapa waktu lalu.
"Fairness di sistem perpajakan seluruh dunia itu harus ada. Indonesia belum pernah gunakan itu, kami ingin gunakan itu sekarang," terang Haniv.
Namun demikian, ia mengakui, besaran pajak yang diterima tidak akan seoptimal apabila tax treaty Indonesia dan Singapura telah mengatur soal force of attraction rule. Ambil contoh, penerimaan Google dari iklan tayang di Indonesia mencapai Rp6 triliun dengan keuntungan sekitar Rp2triliun-an. Dengan demikian, pungutan pajak seharusnya bisa sekitar Rp600 miliar-Rp700 miliar.
"Namun, kami tidak mungkin bisa memungut Rp700 miliar, karena by law (dengan alasan hukum) kami tidak bisa memajaki itu. Ya, kami minta bagi-lah, misalnya Rp300 miliar. Jadi, deal-dealan (kesepakatan)," tutur Haniv.
Diberitakan sebelumnya, DJP tengah mengawasi kepatuhan pembayaran pajak perusahaan berbasis daring sejak beberapa bulan lalu. Besarnya pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan dari penghasilan iklan menjadi perhatian fiskus.
"Penghasilan dari iklan seharusnya juga masuk dalam PPh kita," kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, Rabu (6/4) lalu.
Sebagai informasi, Google telah terdaftar sebagai wajib pajak penanaman modal asing sejak 15 September 2015 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tanah Abang, dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Google Singapore PTE Ltd.
Selanjutnya, Twitter saat ini telah terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing (Badora) sejak 22 April 2015 dengan NPWP atas nama Twitter Asia Pacific PTE Ltd.
Sementara, Facebook telah terdaftar di KPP Badora sejak 10 Februari 2014 dengan NPWP atas nama Facebook Singapore PTE Ltd.
(bir)