Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian enggan berbicara banyak terkait kartel harga yang dilakukan dua perusahaan sepeda motor yang diduga melakukan kartel harga di segmen matic, yaitu PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Motor Manufacturing Indonesia (YMMI).
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, sampai saat ini belum ada perusahaan yang mengaku keluar dari pasar sepeda motor Indonesia karena dampak kartel.
"Tapi memang beberapa waktu lalu ada yang keluar dari pasar, yaitu PT TVS Motor Company. Seingat saya mereka bilang keluar karena persaingannya ketat. Tapi apakah itu karena kartel, kami enggan menanggapi," jelas Putu kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (20/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, sejauh ini belum ada laporan terkait investasi motor yang urung masuk ke Indonesia karena tindakan kartel di pasar sepeda motor. Ia menjelaskan, situasi dan kondisi izin industri terkait sepeda motor masih berjalan sebagaimana mestinya.
"Dan masalah terbukti ada atau tidak adanya kartel juga tidak ada di dalam izin industri mengingat masalah kartel bukan domain utama kami," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya dugaan pengaturan harga jual harga jual sepeda motor jenis skuter matic berkapasitas 110-125 CC yang dilakukan AMH dan YMMI. Selain motif menguasai pasar dan meningkatkan penjualan, ia menduga persekongkolan tersebut juga dilakukan untuk menghalangi pelaku usaha baru masuk ke industri tersebut.
Indikasi persekongkolan tersebut pertama kali ditemukan oleh KPPU berdasarkan temuan adanya jalinan komunikasi melalui surat elektronik antar petinggi direksi kedua perusahaan yang berisi koordinasi untuk menyesuaikan harga jual sepeda motor jenis tersebut di Indonesia.
"Dari beberapa keterangan yang kami dapatkan ada struktur harga yang kami lihat idealnya harga sepeda motor jenis itu dijual sekitar Rp7 juta - Rp8 juta per unit, tapi sekarang faktanya bisa sampai Rp15 juta. Berdasarkan itu kami akan melakukan penelitian, jangan-jangan ini kemahalan," jelas Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, kemarin.
(gir)