Sri Mulyani Beberkan Penyebab Shortfall Pajak Rp219 Triliun

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 05 Agu 2016 19:17 WIB
Beberapa faktor yang diungkapkan mulai dari tekanan ekonomi dalam negeri, pelemahan harga komoditas, hingga belum pulihnya ekonomi global.
Beberapa faktor yang diungkapkan mulai dari tekanan ekonomi dalam negeri, pelemahan harga komoditas, hingga belum pulihnya ekonomi global. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah faktor penyebab penerimaan perpajakan pada tahun ini tidak akan sesuai dengan target pemerintah.

Sebelumnya, ia telah memproyeksikan bahwa realisasi penerimaan perpajakan hingga akhir tahun akan meleset minus (shortfall) 14 persen dari target Rp1.539,2 triliun atau kurang Rp219 triliun.

Faktor pertama, kata Sri Mulyani, adalah masih adanya tekanan pada perekonomian nasional. Hal itu berdampak pada turunnya aktivitas perekonomian yang berpengaruh negatif pada penerimaan negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, perbaikan harga komoditas khususnya yang menjadi andalan ekspor berjalan lambat. Hal itu tercermin dari pertumbuhan penerimaan pajak di sektor pertambangan khususnya batubara, perkebunan khususnya kelapa sawit, dan minyak dan gas, yang menunjukkan pertumbuhan negatif dalam dua tahun terakhir.

Pada tahun 2014, penerimaan pajak untuk ketiga sektor itu minus 8,1 persen. Sementara, tahun lalu, penerimaan pajaknya anjlok 15,8 persen.

"Harga komoditas masih mengalami penurunan meskipun beberapa seperti CPO meningkat sedikit. Penurunan harga komoditas ini berkontribusi pada penerimaan negara Rp108 triliun sendiri," ujarnya.

Terakhir, belum pulihnya perekonomian global juga disebut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sebagai penyebab melesetnya target penerimaan perpajakan.

"Pertumbuhan ekonomi dunia itu selalu direvisi menurun. Itu berkali-kali terjadi sejak tahun 2013. Setiap ada prediksi (pertumbuhan perekonomian global), tiga bulan kemudian pasti selalu direvisi ke bawah,” ujarnya.

Sri Mulyani menilai, salah satu penyebab lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia adalah perdagangan internasional yang rendah. Hal ini tercermin dari perdagangan internasional yang diperkirakan Sri Mulyani hanya mampu tumbuh 2 persen-3 persen sepanjang tahun ini.

Padahal, sebelum krisis keuangan terjadi pada tahun 2008, pertumbuhan perdagangan internasional bisa mencapai dua digit.

“Untuk Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diumumkan pagi ini, ekspor dan impor masih mengalami pertumbuhan negatif,”ujarnya.

Berdasarkan data BPS, sepanjang paruh pertama tahun ini, pertumbuhan ekspor minus 3,13 persen dan impor minus 4,04 persen.

Selanjutnya, dari sisi sektoral, sektor konstruksi perdagangan dan industri manufaktur pertumbuhannya masih stagnan. Padahal, ketiga sektor itu merupakan sektor yang paling penting di dalam penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah.

"Ini yang menyebabkan bahwa penerimaan kita dibandingkan dengan target per sektornya itu sekitar Rp118 triliun di bawah target awal yang ditetapkan oleh APBN. Bahkan kalau dilihat dari 2014, beberapa sektor ini terus meleset penerimaannya," ujarnya.

Terakhir, naiknya batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp36 juta menjadi Rp54 juta pada tahun ini juga menjadi faktor melesetnya realisasi penerimaan pajak. Meskipun kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli dari masyarakat kelas menengah ke bawah, kebijakan ini mengurangi penerimaan pajak sebesar Rp18 triliun.

"Dari sisi penerimaan, kebijakan itu telah mengurangi target penerimaan pajak sebanyak Rp 18 triliun," ujarnya. (gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER