Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meyakini, investasi di sektor layanan keuangan berbasis teknologi digital (
financial technology/fintech) dapat mencapai US$8 miliar atau setara Rp105,6 triliun pada 2018 mendatang.
"Tahun 2008, investasi di bisnis fintech sekitar US$900 juta. Tahun 2013 menjadi US$3 miliar. Tahun 2018 nanti diproyeksi mencapai US$8 miliar," ungkap Ketua Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani di perhelatan Indonesia Fintech Festival and Conference di ICE BSD, kemarin.
Menurut Rosan, prediksi ini dapat dicapai karena pertumbuhan bisnis model fintech mengalami peningkatan yang sangat pesat di Asia Pasifik, termasuk sebagian Indonesia walau saat ini belum merata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertumbuhan pengguna pembayaran secara
mobile di Asia Pasifik meningkat dari 85 juta pengguna pada tahun 2012 menjadi 163,6 juta pengguna. Bahkan kita tumbuh lebih cepat daripada Afrika," jelasnya.
Kadin mencatat, pertumbuhan pengguna pembayaran berbasis internet di Afrika pada 2012 mencapai 57,8 juta pengguna dan meningkat menjadi 101,3 juta pengguna.
Amerika Utara tercatat memiliki 32,8 juta pengguna dan meningkat menjadi 90,7 juta pengguna. Eropa, dari semula 26,7 juta pengguna menjadi 64 juta pengguna.
Sedangkan Amerika Latin sebanyak 8,5 juta pengguna, tumbuh menjadi 22,3 juta pengguna. Terakhir, Timur Tengah yang paling rendah, dari 1,5 juta pengguna menjadi 6 juta pengguna.
Dari sini, Rosan optimis pertumbuhan fintech dapat menciptakan pertumbuhan inklusi keuangan. Hanya saja, ini perlu didukung oleh ekosistem yang sehat, mulai dari regulasi, masyarakat, pembiayaan, kultur, hingga lingkungan agar industri ini dapat berkembang sesuai dengan harapan.
"Ini kesatuan yang tidak terpisahkan dan saya yakin semuanya bisa bertumbuh, berkembang secara sehat. Memang, di Indonesia fintech masih berada pada tahap awal, jadi kalau penyesuaian dari sisi regulasi adalah sesuatu yang normal," tambahnya.
(gen)