Jakarta, CNN Indonesia -- Sektor keuangan berperan penting untuk menguatkan perekonomian negara. Karenanya, sektor keuangan harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Di era teknologi saat ini, tidak sedikit usaha rintisan (startup) melebur perkembangan teknologi dengan sektor keuangan menjadi sebuah kreativitas yang belakangan populer dikenal sebagai fintech.
Fintech sendiri merupakan akronim dari financial technology. Saat ini, fintech belum memiliki definisi baku. Namun, intinya, fintech adalah penggunan teknologi yang diaplikasikan ke sektor keuangan untuk meningkatkan layanan keuangan, mulai dari metode pembayaran, transfer dana, penyaluran pinjaman, pengumpulan dana, proteksi asuransi, hingga pengelolaan investasi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengelompokkan fintech berdasarkan aktivitasnya.
Pertama, fintech yang fokus pada deposit, lending, dan capital raising, di antaranya skema bisnis crowdfunding dan peer to peer lending.
Kedua, fintech yang melayani transaksi sistem pembayaran.
Ketiga, market provisioning yang berbentuk e-aggregator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat, fintech yang kegiatannya mencakup investment dan risk management, seperti robo advisor dan platform e-trading dan e-insurance. "Fintech sebagai layanan keuangan yang berbasis teknologi informasi, seperti big data, cloud computing, dan distributed ledger system menjadi fenomena," ujarnya, kemarin.
Namun, seperti apakah jadinya teknologi itu ketika diaplikasikan dengan layanan sektor keuangan?
Dalam perhelatan Indonesia Fintech Festival & Conference yang berlangsung pada 29-30 Agustus 2016 di ICE BSD, pengunjung berkesempatan mencoba layanan keuangan berbasis teknologi milik PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk bertajuk Jenius. Jenius adalah produk fintech simpanan BTPN yang melayani transfer dana, dan transaksi pembayaran dalam satu sentuhan di layar ponsel pintar (smartphone) Anda.
Jenius berbentuk mobile aplikasi. Dengan mendaftarkan diri pada aplikasi ini, masyarakat dapat sekaligus membuka rekening simpanan di BTPN. Seluruh dokumen yang menjadi syarat pembukaan rekening pada umumnya dapat dilakukan melalui aplikasi tersebut. Seperti, foto diri, foto KTP, foto NPWP, serta tanda tangan.
Setelah melewati proses tersebut di atas, calon nasabah hanya perlu menunggu kartu debit dicetak atau dikirim ke alamat masing-masing. Kartu debit ini berguna untuk nasabah yang ingin melakukan transaksi di mesin ATM maupun berbelanja di merchant-merchant berlogo Visa, ATM Bersama. "Buka rekening bank semudah membuat akun di sosial media, seperti Facebook, sepanjang tidak ada masalah dengan koneksi jaringan internet," tutur Cindy Silvana Sukma, salah satu pengunjung.
Jenius memperkenalkan $Cashtag, yaitu menjadikan nama nasabah sebagai nomor rekening. Jenius dilengkapi berbagai fitur unik, antara lain Send It atau transfer dana, baik ke rekening bank maupun nomor ponsel atau email. Fitur lainnya adalah Pay Me untuk mengirim permintaan uang dan Split Bill untuk berbagi tagihan dengan teman atau keluarga. Ada juga fitur Dream Saver untuk menabung harian secara otomatis.
Jerry Ng, Direktur Utama BTPN menerangkan, penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa masyarakat digital savvy menginginkan praktik perbankan yang lebih mudah, cerdas, dan aman. "Dan semuanya dapat dilakukan lewat smartphone. Sebagai bank yang memiliki visi mengubah hidup jutaan rakyat Indonesia, BTPN menjawab kebutuhan tersebut melalui Jenius," imbuh dia.
Pengalaman lainnya datang dari Yasser M Niagara yang membeli Bebas Aksi, produk fintech asuransi FWD Life Indonesia melalui situs resmi perusahaan. Bebas Aksi merupakan salah satu produk asuransi yang menjamin nasabah dengan kegiatan ekstrim sekalipun, mudah diperoleh dan dipasarkan melalui situs www.ifwd.co.id.
"Saya senang dengan kegiatan menyelam. Saya tahu, FWD Life punya produk yang sederhana dan menjamin risiko ini layaknya asuransi perjalanan. Jadi, saya coba beli mulai dari premi yang paling murah dulu untuk 3 bulan lewat situs mereka, ternyata gampang banget. Bayar dan polis dikirimkan ke email," terang Yasser.
Selain dua produk fintech tadi, data sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sedikitnya 70 fintech meramaikan sektor keuangan di Indonesia. Mulai dari yang menjajakan simpanan, kredit, investasi, peer to peer lending, gadai, pembanding produk keuangan dan lain sebagainya.
Lalu, bagaimana dengan prinsip perlindungan konsumen, mengingat fintech belum resmi diatur?
Nah, untuk menjawab rasa was-was masyarakat sebagai konsumen, saat ini OJK bersama-sama dengan lembaga terkait lainnya, seperti BI, Kementerian Keuangan, Kementerian Informasi dan Teknologi Informatika, termasuk Kementerian Perdagangan, sedang meracik aturan main resmi fintech. Ketentuan yang bakal diatur, antara lain terkait permodalan perusahaan fintech, risiko manajemen, hingga perlindungan data dan informasi nasabah.
Jika tidak ada aral melintang, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengungkapkan, peraturan ini akan terbit akhir Oktober 2016 atau sebelum akhir tahun nanti. Gubernur BI Agus Martowardojo juga bilang, akan menelurkan peraturan terkait sistem pembayaran oleh perusahaan fintech September 2016 mendatang.
Jadi, kita tunggu saja kemudahan-kemudahan lain yang ditawarkan fintech dalam sektor keuangan.
(bir)