Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penghapusan pajak eksplorasi migas sebagai insentif eksplorasi. Kepastian itu rencananya akan dimuat di dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, rencana ini sudah dikomunikasikan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan tidak ada pertentangan dari instansi tersebut. Namun, mekanisme penghapusan pajak ini masih dikaji Kemenkeu.
"Prinsipnya, untuk pajak sebelum eksplorasi itu kami hapus, karena kan itu masih belum ada produksi. Nah bentuknya itu mereka (Kemenkeu) akan dilihat secara teknis. Detilnya akan dilihat tiga hari ke depan," ujar Luhut di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (6/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan, Kementerian ESDM juga mempertimbangkan pengembalian beban operasional Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) di masa eksplorasi agar bisa dimasukkan ke dalam
cost recovery. Menurut Luhut, ini bisa menjadi insentif yang baik agar tingkat pengembalian internal (
Internal Rate of Return/IRR) investasi migas bisa di atas 15 persen.
"Karena ada beberapa lapangan yang IRR-nya hanya 4 persen hingga 5 persen saja. Dengan kita ubah
cost recovery, kami akan lihat lagi
one by one. Intinya agar investasi ke Indonesia itu tidak merugikan," jelasnya.
Melengkapi ucapan Luhut, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo juga memastikan penghapusan pajak eksplorasi akan masuk ke dalam revisi PP 79. Namun, fasilitas tersebut tidak akan bernama
assume and discharge mengingat insentif non-fiskal juga akan diberikan.
"Penggantiannya itu pemberian insentif, baik fiskal maupun non-fiskal yang setara dengan
assume and discharge itu sehingga keekonomiannya bisa masuk. Itu yang kami masukkan, agar tidak melanggar Undang-Undang (UU) Migas yang ada," jelasnya.
Lebih lanjut, ia merinci beberapa pembebasan pajak eksplorasi yang akan dihapus seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) eksplorasi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan bea masuk peralatan migas.
Sementara itu, insentif non-fiskal yang akan menjadi kewenangan Kementerian ESDM terdiri dari pemberian
investment credit dan imbalan penyerahan produksi migas bagi kebutuhan dalam negeri (
Domestic Market Obligation/DMO
Fee).
"Ini dilakukan supaya supaya para investor bisa segera untuk mengoptimalkan investasi migas, karena sejak PP 79 produksi dan
lifting turun terus. Sehingga jika ini direvisi, investor bisa ada hitung-hitungan, dan proyek ini bisa ekonomis," ujarnya.
Sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2016, target
lifting minyak di Indonesia tercatat sebesar 820 ribu barel per hari. Sementara itu, pemerintah merencanakan pengurangan
lifting sebesar 4,89 persen menjadi 780 ribu barel per hari pada tahun depan.
Sedangkan
lifting gas tahun depan diperkirakan akan sama dengan target tahun ini, yaitu 1.150 setara barel minyak per hari (BOEPD).
(gen)