Harga Gas Tak Kunjung Turun, Kadin Berharap Pada Holding BUMN

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Rabu, 07 Sep 2016 12:39 WIB
Instruksi Presiden Jokowi yang terbit Mei 2016 lalu agar harga gas industri bisa ditekan, belum juga menunjukkan titik terang sampai sekarang.
Instruksi Presiden Jokowi yang terbit Mei 2016 lalu agar harga gas industri bisa ditekan, belum juga menunjukkan titik terang sampai sekarang. (Dok. PGN).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dadang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta pemerintah mempercepat pembentukan induk badan usaha milik negara (holding BUMN) di sektor energi untuk menekan harga gas yang tinggi. Pasalnya instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar harga gas industri bisa ditekan, belum juga terwujud sampai sekarang.

"Tinggal keberanian pemerintah mengambil keputusan politik, dengan tidak lagi mempertimbangkan jalur-jalur investor yang ada di perusahaan terbuka. Toh pemerintah masih mayoritas," ujar Achmad Widjaja, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Petrokimia, dikutip Rabu (7/9).

Kementerian BUMN sejak beberapa bulan lalu mendorong pembentukan holding BUMN energi yang akan melebur PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai anak usaha PT Pertamina (Persero). Saat ini pembentukan holding BUMN energi tinggal menanti diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diharapkan melalui holding BUMN tersebut, Pertamina, dan PGN bisa bersinergi hingga membuat harga gas bisa kompetitif.

Rini Soemarno, Menteri BUMN, menyatakan pentingnya konsolidasi PGN dengan menjadi anak usaha Pertamina sehingga pembangunan infrastruktur bisa terintegrasi.

"Kenapa sangat penting PGN itu menjadi anak usaha Pertamina, sehingga cost untuk infrastruktur untuk pengiriman gas itu menjadi terintegrasi, sehingga tidak ada double investment," ungkap Rini beberapa waktu lalu.

Ferdinand Hutahean, Direktur Energy Watch Indonesia, mengatakan harus ada terobosan pada tata kelola dan tata niaga sektor gas ini. Langkah pertama adalah menghentikan persaingan antar sesama pemerintah dalam hal ini BUMN dan anak usahanya. Menghentikan persaingan itu dengan cara menempatkan PGN sebagai anak usaha Pertamina.

"Ingat ya, anak usaha dan bukan di merger. Itu langkah awal tata kelola dan tata niaganya. Kemudian pemerintah menetapkan harga sesuai dengan perhitungan yang wajar dan bersahabat dengan investasi, bersahabat dengan industri," ujarnya.

Sebelumnya implementasi penurunan harga gas bagi industri dipastikan kembali molor akibat pemerintah belum yakin Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) bisa melakukan efisiensi di sisi hulu migas.

Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Zikrullah menjelaskan, instansinya sebelumnya telah melakukan kalkulasi atas ongkos produksi hulu migas yang sekiranya bisa ditekan. Namun nyatanya, hal itu tidak bisa membawa harga gas menuju ke angka yang diinginkan.

"Jadi memang kami tidak tahu lagi cost apa yang ada di hulu yang bisa ditekan kembali. Tapi kami coba detailkan satu per satu, karena ini arahan pimpinan. Artinya, kami minta penurunan ini ditunda," jelas Zikrullah.

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) juga telah menagih janji pemerintah untuk segera menurunkan harga gas bagi industri.

Ketua Umum Asaki Elisa Sinaga menjelaskan, penurunan harga gas diperlukan agar industri keramik bisa bertahan hidup sepanjang semester II tahun ini. Apalagi menurutnya, permintaan untuk menurunkan harga gas ini sudah dilayangkan asosiasi sejak tahun 2014.

"Kami sungguh kecewa. Meski Peraturan Presiden yang mengatur hal ini telah keluar sejak bulan Mei lalu, namun kami telah meminta sejak bulan Oktober 2014. Kami tidak butuh harga gas murah, namun harga yang bersaing," ujar Elisa kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/8).

"Bukan semata-mata untuk memperbaiki kinerja buruk yang kami alami sepanjang semester I tahun ini, tapi agar industri kami bisa bertahan hidup,” ungkapnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER