SETAHUN PAKET EKONOMI

ESDM Akan Tambah Bagi Hasil dan Masa Kelola Proyek Migas

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 09 Sep 2016 11:40 WIB
Masa kontrak Wilayah Kerja (WK) migas di Indonesia saat ini maksimal 30 tahun dan porsi bagi hasil untuk swasta hanya 15 persen.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IGN Wiratmaja Puja mengatakan pemerintah mempertimbangkan untuk menambah masa kontrak pengelolaan Wilayah Kerja (WK) migas di kawasan laut dalam dan memperbesar porsi bagi hasil untuk swasta. (CNN Indonesia/Diemas Kresnaduta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan untuk menambah masa kontrak pengelolaan Wilayah Kerja (WK) di kawasan laut dalam guna meningatkan daya tarik investasi migas di Indonesia.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, Indonesia akan kalah saing dengan negara lain jika tak melakukan merelaksasi peraturan pengelolaan WK yang selama ini dianggap kurang menarik.

Ia mencontohkan, beberapa perusahaan migas kini tengah mengalihkan perhatian ke Afrika karena memiliki cadangan migas yang banyak dan masa kontrak WK terbilang lama, yaitu 50 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, lanjutnya, kontrak pengelolaan WK migas di Indonesia hanya berlaku selama 30 tahun, yang terdiri atas masa eksplorasi dan eksploitasi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2004. Namun, bukan berarti pemerintah ingin menambah masa kontrak WK menjadi 50 tahun.

"Ini yang akan kami pertimbangkan, di mana periode produksinya bakal ditambah. Kami sedang kaji periode yang optimal agar produksinya atraktif. Tak hanya bagi laut dalam, namun ini juga berlaku untuk lapangan marjinal (marginal field) yang minim infrastruktur," terang Wiratmaja di kantornya, Jumat (9/9).

Kendati demikian, Wiratmaja mengatakan, perpanjangan masa kontrak ini juga tidak akan menarik jika tidak disertai dengan sistem bagi hasil (split) yang atraktif bagi investor. Wiratmaja mengatakan, sudah bukan saatnya bagi hasil pemerintah dipatok di angka 85 persen tanpa memperhatikan keekonomian investor.

Ia mencontohkan kisah sukses pengembangan lapangan gas laut dalam Giant Field di Mesir, di mana investor dan pemerintah sama-sama untung dengan penerapan periode kontrak yang panjang dan split yang menarik. Lapangan gas Giant Field ini, terangnya, memiliki cadangan yang lebih banyak dibanding blok Masela.

"Nanti kami akan atur insentif-insentif ini melalui payung hukum berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri (Permen) ESDM," ungkapnya.

Apabila kedua insentif ini berjalan baik, Wiratmaja yakin tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return/IRR) proyek laut dalam bisa mendekati rata-rata IRR dunia yang sebesar 25 persen. Namun, itu dianggap sebagai tugas yang berat mengingat IRR proyek laut dalam di Indonesia hanya sebesar 5 persen.

"Angka 5 persen itu kami ambil contoh dari pengembangan proyek laut dalam Jangkrik yang dioperatori oleh Eni. IRR ini juga harus kami buat semenarik mungkin agar cadangan yang ditemukan bisa makin banyak," lanjut Wiratmaja.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), cadangan terbukti minyak dan kondensat Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 3.603 MMSTB. Angka ini menurun 14,28 persen dibandingkan tahun 2010, di mana cadangan terbukti minyak dan kondensat tercatat 4.203 MMSTB. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER