Jakarta, CNN Indonesia -- Petugas pajak (fiskus) menunggu instruksi dari Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk melakukan pemeriksaan paksa terhadap kegiatan bisnis Google di Indonesia yang seharusnya dikenakan pajak.
Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Khusus Muhammad Hanif menjelaskan, penolakan Google untuk diperiksa otoritas pajak Indonesia bakal ditindaklanjuti dengan upaya lebih keras dari fiskus untuk melakukan investigasi lanjutan. Pasalnya, Hanif menyebut penolakan untuk dilakukan pemeriksaan oleh petugas pajak dengan dalih bukan merupakan Badan Usaha Tetap (BUT) merupakan indikasi tindak pidana.
"Kalau Google menolak diperiksa ya kami lakukan langkah investigasi karena semua perusahaan yang melajukan aktivitas bisnis di Indonesia kita berhak lakukan pemeriksaan (pajak)," tegas Hanif, Kamis (15/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sangat bersemangat untuk memeriksa paksa perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, namun Hanif menyatakan upaya pemeriksaan lanjutan terbentur oleh program amnesti pajak yang tengah digulirkan pemerintah sampai Maret 2017 nanti. Mengingat program tersebut berdampak pada penghentian upaya pemeriksaan perpajakan.
"Kami akan diskusi dengan Pak Dirjen, apakah kami bisa ambil langkah yang lebih keras terhadap Google dalam situasi seperti ini, suasana
tax amnesty," ujarnya.
Kendala pemeriksaan pajak terhadap perusahaan berbasis online tidak hanya dialami di Indonesia. Hingga kini, kata Hanif, hanya Inggris yang berhasil melakukan negosiasi dengan Google untuk bersedia membayar pajaknya.
Sebelumnya, Hanif menjelaskan alasan Google menolak pemeriksaan pajak karena menolak ditetapkan sebagai BUT. Pasalnya aktivitas perjanjian kontrak dan pembayaran yang diterimanya dilakukan secara
online. Sementara, hal itu belum diatur oleh hukum perpajakan Indonesia. Padahal, pendapatan Google per tahun dari aktivitasnya di Indonesia menurut Hanif ditaksir di atas Rp2,5 triliun.
(gen)