Jaga Defisit, Pemerintah akan Genjot Penerimaan Negara

Yuliyanna Fauzi | CNN Indonesia
Minggu, 18 Sep 2016 01:20 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan pemerintah tidak akan memangkas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, untuk menjaga defisit negara tak melebar, pemerintah akan kembali menggenjot penerimaan negara, termasuk penerimaan dari pengampunan pajak atau tax amnesty. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan pemerintah tidak akan memangkas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 untuk ketiga kalinya.

Darmin menegaskan, untuk menjaga defisit negara tak melebar, pemerintah akan kembali menggenjot penerimaan negara, termasuk penerimaan dari pengampunan pajak atau tax amnesty.

"Tidak ada rencana pemotongan. Sekarang, bagaimana caranya penerimaan konvensional dan tax amnesty jangan sampai defisitnya naik," ujarnya, Jumat (16/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait penerimaan negara, ia melanjutkan, pemerintah berencana menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) untuk menutup kekurangan penerimaan negara.

"Bisa dikeluarkan obligasi jangka pendek. Kalau kita membuat SPN, itu untuk mengatur persoalan jangka pendek kurang dari tiga bulan," kata Darmin.

Sementara, terkait penerimaan dari tax amnesty, ia kembali meminta semua pihak untuk sabar menunggu realisasi tax amnesty tanpa terus meributkan realisasinya yang masih rendah.

"Kita tunggu saja tax amnesty sampai akhir September. Semua yang tadinya cemas menganggap tax amnesty sangat sedikit, nyatanya kan lumayan," ucap dia.

Dengan upaya menggenjot penerimaan tersebut, pemerintah akan terus menjaga defisit anggaran agar tidak semakin melebar, terlebih apabila defisit mencapai 2,7 persen.

Pasalnya, defisit daerah diperkirakan mendekati 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga defisit pusat tak boleh mencapai 2,7 persen.

"Tidak boleh mendekati 2,7 persen, harus di bawah itu, bahkan tidak boleh (batas) maksimal di 2,7 persen," ujarnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER