BI Imbau Korporasi Hati-hati Kelola Utang Luar Negeri

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2016 17:00 WIB
Pasalnya, porsi utang luar negeri korporasi lebih tinggi ketimbang sektor pemerintah, yakni mencapai 51 persen dari total ULN semester I 2016.
Bank Indonesia (BI) mengingatkan sektor swasta untuk lebih berhati-hati dalam mengelola penggunaan Utang Luar Negeri (ULN). Pasalnya, porsi ULN sektor swasta lebih tinggi ketimbang ULN sektor publik milik pemerintah. (REUTERS/Darren Whiteside).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengingatkan sektor swasta untuk lebih berhati-hati dalam mengelola penggunaan Utang Luar Negeri (ULN). Pasalnya, porsi ULN sektor swasta lebih tinggi ketimbang ULN sektor publik milik pemerintah.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan, BI telah mengeluarkan berbagai aturan terkait prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN. Di antaranya, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 Tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non-bank.

Tidak hanya itu, bank sentral juga telah merilis Surat Edaran Ekstern Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 terkait Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non-bank.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun lalu, korporasi yang mengambil pinjaman luar negeri wajib memenuhi rasio lindung nilai (hedging ratio) 20 persen dan rasio likuiditas minimal 50 persen. Sementara, tahun ini, rasio lindung nilai naik jadi 25 persen dari total pinjamannya dengan rasio likuiditasnya naik menjadi 70 persen.

Bahkan, bagi korporasi nonbank yang ingin menerbitkan utang luar negeri baru harus memiliki peringkat utang minimum BB-. "Dengan kami mengeluarkan peraturan untuk kehati-hatian, utang luar negeri swasta harus selalu memenuhi hedging ratio," ujar Agus Martowardojo di Gedung Thamrin BI, Senin (19/9).

Agus menerangkan, meski ULN swasta lebih besar jika dibandingkan utang pemerintah, tetapi utang swasta tersebut didominasi oleh sektor nonbank yang relatif terkendali dengan tenor jangka panjang.

"Kami melihat secara umum, utang nonbank itu terkendali karena proses persetujuannya melalui Otoritas Jasa Keuangan dan BI," imbuh dia.

Lebih lanjut mantan Menteri Keuangan ini mengingatkan, risiko dari masih tertekannya harga komoditas pada kemampuan sektor swasta untuk membayar utangnya masih membayangi.

Untuk itu, Agus mengungkapkan, pentingnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang. Jangan sampai, utang luar negeri yang seharusnya untuk membiayai kegiatan produktif malah menjadi beban perekonomian, dan berdampak negatif pada kestabilan nilai tukar rupiah.

"Yang selama ini yang kita jaga adalah penggunaan ULN untuk yang produktif dan didukung oleh hedging, sehingga tidak menimbulkan foreign exchange risk (risiko nilai tukar)," pungkasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data BI, ULN sektor swasta mencapai US$165,1 miliar atau 51 persen dari total ULN pada semester I 2016. Sementara, ULN sektor publik sebesar US$158,7 miliar atau 49 persen dari total ULN. (bir/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER