BI Siapkan Dua Beleid Perdagangan Surat Utang

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Selasa, 20 Sep 2016 07:52 WIB
Aturan ini sebagai landasan hukum dalam memperdagangkan instrumen di pasar uang, yakni sertifikat deposito dan commercial paper.
Bank Indonesia (BI) menyiapkan dua aturan untuk mewadahi kegiatan perdagangan dua instrumen surat utang jangka pendek. Yakni, sertifikat deposito (negoitable certificate deposit/NCD), dan commercial paper. (REUTERS/Darren Whiteside).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyiapkan dua aturan untuk mewadahi kegiatan perdagangan dua instrumen surat utang jangka pendek. Yakni, sertifikat deposito (negoitable certificate deposit/NCD), dan commercial paper.

"Kami masih dalam taraf koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar peraturan NCD bisa diluncurkan tahun ini. Namun, untuk commercial paper, kami lihat di tahun depan," tutur Gubernur BI Agus Martowardojo, seperti dilansir ANTARA, Senin (19/9).

Rencananya, beleid tersebut menjadi peraturan turunan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang yang diterbitkan Agustus 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan tersebut diperlukan sebagai landasan hukum agar korporasi dapat memperdagangkan instrumen jangka pendek di pasar uang. Dengan demikian, korporasi lebih mudah dalam memperoleh pendanaan.

"Kami ingin dapat lebih cepat, agar instrumen lebih aktif ditransaksikan di pasar uang. NCD dan commercial paper itu adalah bagian dari prioritas kami," terang dia.

Data bank sentral menyebutkan, per Juni 2016, nilai penerbitan NCD oleh perbankan mencapai Rp13 triliun. Dari data rencana (pipeline) BI, NCD yang berpotensi diterbitkan hingga akhir tahun lebih dari Rp22 triliun.

Menurut Agus, minimnya penerbitan instrumen pasar uang menandakan pasar keuangan Indonesia belum dalam jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market lainnya. Padahal, pendalaman pasar keuangan menjadi salah satu indikator berjalan atau tidaknya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal ini lantaran pendalaman pasar keuangan juga memengaruhi tingkat inklusi keuangan.

Apalagi, sambung dia, pemerintah Indonesia membutuhkan berbagai pendanaan alternatif untuk mengejar target ambisius pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur yang membutuhkan total dana sekitar Rp5.519 triliun hingga tahun 2019 mendatang.

"Selama ini, pendanaan terlalu bertumpu pada perbankan, askes pendanaan bagi peminjam dana maupun alternatif investasi bagi pemberi dana menjadi terbatas," imbuh Agus.

Sebagai informasi, instrumen pasar uang atau instrumen yang bertenor 12 bulan, nilai penerbitannya masih sekitar satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Juni 2016.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara bilang, idealnya untuk Indonesia, nilai penerbitan instrumen pasar uang dapat mencapai 20-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). (bir/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER