Jakarta, CNN Indonesia -- Harga kelapa sawit dunia mulai merangkak naik. Kondisi ini membawa angin segar bagi para pelaku usaha yang bergerak di industri kelapa sawit serta sektor industri lainnya, tak terkecuali perbankan.
Dikutip dari data perdagangan komoditas Reuters, Rabu (21/9), sentimen positif membuat harga kelapa sawit menembus level tertinggi baru. Rata-rata harga di sepanjang tahun ini mencapai US$605 - US$629 per ton.
PT Bank Mandiri Tbk, jadi contoh bank pelat merah yang agresif dalam menyalurkan kredit untuk sektor komoditas kelapa sawit. Harga komoditas yang anjlok sempat mengerek rasio kredit bermasalah (
nonperforming loan/NPL) Bank Mandiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Royke Tumilar, Direktur Corporate Banking Bank Mandiri mengungkapkan, perseroan mulai percaya diri nasabah korporasi yang bergerak di sektor komoditas kelapa sawit akan membenahi kewajibannya membayar kredit. Tren kenaikan harga
crude palm oil (CPO) dipercaya mampu menurunkan risiko kredit para debitur.
Itu sekaligus menjadi penanda bagi Bank Mandiri tidak akan segan mengucurkan kembali kredit nasabah di sektor komoditas.
"Untuk sektor kelapa sawit, kami masih ada
appetite (selera). Namun, sangat selektif sekali," ujarnya, Rabu (21/9).
Harap maklum, Bank Mandiri salah satu bank yang terkena dampak kenaikan NPL akibat melorotnya harga kelapa sawit. NPL perseroan menyentuh 3,86 persen secara konsolidasi pada semester I 2016.
Selain Bank Mandiri, NPL PT Bank Permata Tbk juga melonjak sampai 186 basis poin (bps) atau menjadi 3,48 persen pada semester I 2016 apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 1,62 persen.
"Kenaikan harga kelapa sawit, memang menurunkan risiko kredit. Kami tidak menutup kemungkinan untuk menyalurkan kredit di sektor tersebut," ujar Anita Siswadi, Direktur Wholesale Banking Bank Permata kepada CNNIndonesia.com.
Namun demikian, sambung Anita, perusahaannya tetap akan mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk menjaga kualitas kredit. Kredit pun tidak akan diberikan dalam jumlah yang besar dan ditujukan hanya untuk nasabah yang sudah ada saja (
existing).
Lain cerita dengan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank pelopor berprinsip syariah tersebut malah terbilang sebagai pemain baru di sektor komoditas kelapa sawit. Wajar, jika rasio pembiayaan macet (
nonperforming finance/NPF) yang ditunjukkan masih nol.
Indra Y. Sugiarto, Direktur Bisnis Korporasi Bank Muamalat mengaku, perseroan telah memiliki beberapa
pipeline pembiayaan untuk sektor komoditas kelapa sawit. Kemarin (20/9), Bank Muamalat bahkan baru meneken kerja sama fasilitas pembiayaan dengan PT Duta Mentari Raya (DMR) senilai Rp75 miliar untuk pembangunan pabrik pengolahan CPO di Riau.
"Risiko industri komoditas memang sangat berfluktuatif. Tetapi, kami melihat industri CPO kebutuhannya masih sangat banyak,
demand-nya masih ada dibandingkan dengan sektor batu bara. Peningkatan CPO cukup bagus. Jadi, kami percaya diri dengan industri ini," tutur Indra.
Hingga akhir tahun nanti, Bank Muamalat mengalokasikan pembiayaan sebesar Rp2 triliun untuk sektor CPO. Itu berarti, porsinya sekitar 5 persen dari total portfolio kredit yang disalurkan perseroan tahun ini, yakni Rp40 triliun.
(bir/gen)