Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) menagih janji Kementerian Keuangan untuk menghapus pajak penjualan minyak mentah agar Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) mau menjual minyaknya kepada perseroan. Jika KKKS mau menjual minyak mentahnya, maka Pertamina berpeluang menurunkan impor minyak mentah di masa depan.
Vice President Integated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba menjelaskan, KKKS enggan menjual minyaknya ke Pertamina melalui perusahaan
trading arm karena dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 107 tahun 2015.
Menurut peraturan tersebut,
trading arm domestik dikenakan PPh 1,5 persen jika menjual minyak ke dalam negeri. Di sisi lain,
trading arm asing dikenakan PPh 3,5 persen jika melakukan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya, penjualan minyak dari KKKS ke Pertamina tanpa
trading arm tidak dikenakan pungutan apapun.
"Kami memang ingin memaksimalkan penggunaan
crude dalam negeri demi kurangi impor, tapi di satu sisi terkendala dengan pemberlakuan pajak tersebut. Kami akan segera bahas agar ini bisa berlaku," ujar Daniel, Rabu (21/9).
Ia melanjutkan, penghapusan pajak ini menjadi krusial mengingat sebagian besar penjualan minyak KKKS dilakukan melalui
trading arm. Jika ini dikabulkan, ia berharap pasokan minyak domestik sebesar 200 ribu barel bisa diamankan untuk kebutuhan kilang-kilang Pertamina per harinya.
Diharapkan, sebagian besar paokan itu bisa disumbang oleh KKKS dengan produksi jumbo seperti PT Chevron Pacific Indonesia, British Petroleum, dan Total E&P Indonesie.
Sebagai gambaran, pada bulan Juli 2016, Pertamina rata-rata mengimpor minyak mentah sebanyak 456 ribu barel per hari. Dengan asumsi tersebut, perusahaan yakin penghapusan PPh bisa mengurangi impor minyak mentah sebesar 43,86 persen.
"Tapi angka itu juga tergantung dengan asumsi harga minyak mentah (
Indonesian Crude Price/ICP) dan keinginan KKKS-nya. Kalau KKKS ingin jual ke kilangnya sendiri karena dianggap lebih untung, ya silahkan," tambahnya.
Kendati demikian, Daniel menyebut tetap ada beberapa KKKS yang langsung menjual minyaknya ke Pertamina tanpa melalui
trading arm, dengan volume 12 ribu barel per hari.
Salah satu KKKS yang dimaksud adalah Petrochina International Ltd yang memasok minyak mentah dari blok Kepala Burung bagi kilang Pertamina di Kasim, Papua Barat dengan volume 7 ribu barel per hari.
"Karena Petrochina itu kecil volumenya sehingga tak perlu
trading arm. Sekarang kan kapasitas terpasang kilang Kasim makin menurun, kami harap penghapusan pajak ini bisa menggugah KKKS di sekitar Papua Barat untuk memasok ke kilang Kasim," ujarnya.
Ia menambahkan, usulan tersebut telah disampaikan ke Kemenkeu. Sampai sejauh ini, lanjut Daniel, Kemenkeu telah menyambut baik permintaan Pertamina.
Daniel justru berharap pemerintah mau mengenakan pajak bagi ekspor minyak yang dilakukan KKKS, seperti yang diterapkan Malaysia. Tentu saja, agar KKKS mau menjual minyaknya ke dalam negeri.
"Respons mereka cukup baik. Katanya sih sama mereka (Kemenkeu) janjinya dihapuskan," pungkas Daniel.
Sebagai informasi, rata-rata kebutuhan minyak mentah Pertamina secara
year-to-date (ytd) tercatat sebesar 872 ribu barel per hari. Angka ini meningkat 4,93 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 831 ribu barel per hari.
(gir)