Walhi Gugat PLN jika PLTGU Jawa 1 Dibangun di Lahan Reklamasi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2016 16:09 WIB
Pembangunan PLTGU Jawa 1 di atas lahan reklamasi disodorkan oleh tiga dari empat konsorsium yang maju dalam tender proyek senilai US$2 miliar tersebut.
Pembangunan PLTGU Jawa 1 di atas lahan reklamasi disodorkan oleh tiga dari empat konsorsium yang maju dalam tender proyek senilai US$2 miliar tersebut. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu).
Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan bakal menggugat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 2 x 800 Megawatt (MW) jika dibangun di atas lahan hasil reklamasi.

Walhi menilai, keputusan pemerintah melanjutkan proyek reklamasi teluk Jakarta tidak otomatis membuat proyek pembangunan PLTGU Jawa 1 akan berjalan lancar tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Sangat dimungkinkan. Walhi akan ada di garda terdepan untuk mengugatnya,” ujar Puput T.D. Putra, Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Senin (19/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tender proyek pembangunan PLTGU Jawa 1 dengan investasi sekitar US$2 miliar, saat ini diikuti empat perusahaan konsorsium, yaitu Mitsubishi-Pembangkitan Jawa Bali-JERA-Rukun Raharja, Adaro-Singapore Sembawang Corporation, Pertamina-Marubeni-Sojits, dan Medco-Kepco-Nebras.

Selain Pertamina yang mengajukan lokasi di Cilamaya, Kabupaten Karawang, tiga perusahaan konsorsium lainnya mengajukan lokasi di Muara Tawar, Kabupaten Bekasi yang sebagian lahannya merupakan lahan reklamasi.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional menambahkan PLTGU adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan panas dari turbin gas untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk menggerakkan turbin.

Sesuai ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, seperti halnya reklamasi pantai wajib didahului dengan studi AMDAL.

Menurut Syamsir, studi AMDAL berfungsi untuk mengkaji berbagai potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat kegiatan reklamasi. Dari kajian tersebut sudah dapat diidentifikasi potensi dampaknya dan dipersiapkan upaya penanggulangannya.

“Jika dari studi ini diketahui bahwa dampak yang diakibatkan suatu proyek tidak dapat dikendalikan dengan teknologi yang ada, atau manfaat proyek yang diperoleh tidak sepadan dengan dampak yang ditimbulkan, rencana proyek tersebut harus ditolak,” ujarnya.

Dia menegaskan hampir semua industri menghasilkan limbah, tidak terkecuali PLTGU karena menghasilkan air limbah sebagai buangan proses produksi listrik.

Air limbah PLTGU berasal dari beberapa tempat antara lain, coal run of basin, boiler area, turbin area, dan fluegas Desulfurization (FGD) plant. Limbah ini sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah terlebih dahulu, karena umumnya limbah mengandung zat beracun seperti raksa (Hg), Kadmium (Cd), Timbal (Pb).

“Pemerintah secara ketat mewajibkan instansi pemberi izin agar memperhatikan izin lingkungan sebagai syarat dalam pelaksanaan kegiatan. Khusus PLTG dan PLTGU memerlukan izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan izin pembuangan air limbah ke laut,” katanya.

Kurtubi, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatakan, proyek besar seperti pembangkit listrik harus perhatikan Amdalnya. Kalau sudah cocok dan sesuai Amdal dan tidak merusak lingkungan, tentu tidak masalah. Apalagi Indonesia saat ini membutuhkan proyek-proyek pembangunan pembangkit yang bisa diselesaikan dengan cepat.

“Mencari lahan memang satu masalah sendiri, jangankan di Jakarta, di daerah juga sering bermasalah. Selain itu, dengan reklamasi otomatis memang mundur juga proyeknya karena kebijakan reklamasi juga maju mundur,” tandas Kurtubi. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER