Menkeu Disebut Salah Pertimbangan dalam Menaikkan Cukai Rokok

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 03 Okt 2016 14:13 WIB
Naiknya tarif cukai rokok tahun depan dikaitkan dengan isu kesehatan menunjukkan pemerintah tidak empati pada rakyat kecil, salah satunya petani tembakau.
Naiknya tarif cukai rokok tahun depan dikaitkan dengan isu kesehatan menunjukkan pemerintah tidak empati pada rakyat kecil, salah satunya petani tembakau. (ANTARA FOTO/FB Anggoro).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dinilai salah kaprah dengan memasukkan pertimbangan kesehatan masyarakat ketika memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan rata-rata 10,54 persen.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun, mengingatkan Sri Mulyani seharusnya menjelaskan alasan kenaikan CHT dikaitkan dengan pengendalian konsumsi. Tidak menyinggung masalah kesehatan masyarakat yang bukan proporsinya.

“Tugas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu memungut cukai bukan bicara isu kesehatan. Kemenkeu jangan sampai jadi agen anti tembakau," kata Misbakhun, Senin (03/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhir pekan lalu, Sri Mulyani merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.010/2016 yang menjadi payung hukum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam memungut CHT mulai 1 Januari 2017.

PMK tersebut menaikkan tarif CHT tertinggi sebesar 13,46 persen untuk jenis tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah nol persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen. Sejalan dengan itu, harga jual eceran (HJE) rokok juga naik rata-rata sebesar 12,26 persen.

“Untuk kepentingan kesehatan, Kemenkeu dalam 10 tahun terakhir telah mengurangi jumlah pabrik rokok dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik di 2016. Tak hanya itu, pertumbuhan produksi Hasil Tembakau pun telah dikendalikan, sehingga selama 10 tahun terakhir menunjukkan tren yang negatif 0,28 persen, di mana pada saat yang bersamaan jumlah penduduk Indonesia tumbuh sebesar 1,4 persen,” ujar Sri Mulyani ketika itu.

Minim Empati

Misbakhun melanjutkan, naiknya tarif CHT dikaitkan dengan isu kesehatan menunjukkan pemerintah tidak empati pada rakyat kecil, salah satunya petani tembakau. Petani tembakau menurutnya sedang diuji anomali cuaca tidak menentu yang berdampak pada kualitas tembakau di masa panen ini sehingga menyebabkan harga jual yang rendah.

“Akibat anomali cuaca, petani tembakau gagal panen hingga 60 persen dan produktivitasnya pun hanya 40 persen. Saat hilir bermasalah maka akan berdampak ke hulu. Ketika daya beli masyarakat berkurang maka konsumsi berkurang. Apabila konsumsi berkurang maka produktivitasnya ikut berkurang. Selanjutnya jika produksi berkurang maka serapan bahan baku berkurang," ujarnya.

Sejak awal Misbakhun sudah mewanti-wanti Pemerintah agar berhati-hati membuat kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau. Pasalnya, bisa saja kebijakan tersebut ditunggangi oleh kepentingan asing yang memiliki tujuan tertentu.

"Pemerintah jangan terjebak oleh kampanye anti rokok yang dikendalikan oleh kepentingan asing," katanya.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, kebijakan kenaikan cukai jelas berimbas pada nasib para petani tembakau yang semakin tidak menentu akibat dampak kenaikan harga rokok tahun depan. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER