Jakarta, CNN Indonesia -- Diawali
start lambat pada Juli lalu, kebijakan pengampunan pajak putaran pertama berakhir dengan capaian yang lumayan pada 30 September 2016. Setidaknya, separuh upeti yang diharapkan pemerintah terpenuhi sehingga Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi boleh sedikit bernafas lega.
Selama tiga bulan terakhir, setoran uang tebusan yang masuk ke kas negara bisa dikatakan cukup memuaskan, yakni sebesar Rp89 triliun atau hampir 54 persen dari target. Sementara repatriasi aset sebaliknya, dana yang dibawa pulang wajib pajak (WP) hanya Rp137 triliun atau baru 13,7 persen dari target.
Apabila menilik bulan pertama,
tax amnesty seakan masih jalan di tempat. Tidak tampak antusiasme dari WP untuk mengikuti kebijakan tersebut. Yang muncul justru pesimisme dan penolakan sejumlah kalangan terhadap program "iba" pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada September, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo tak yakin target amnesti pajak yang dicanangkan pemerintah bisa tercapai. Kala itu ia meramalkan upeti yang bakal diterima pemerintah hingga berakhirnya program pengampunan pajak maksimal hanya Rp21 triliun.
"Kami perkirakan uang tebusan di 2016 hanya Rp18 triliun dan di 2017 hanya Rp3 triliun, itu Rp21 triliun dibandingkan target Rp165 triliun," ucap Agus.
Pesmisme bahkan ditunjukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK). JK pernah bilang target ambisius yang dibidik pemerintah terlampau tinggi.
"Yang berlebihan ialah targetnya, yang berdasarkan data-data yag bagi kita juga tidak jelas. Program
tax amnesty tidak ada yang salah, yang keliru adalah penempatan target yang terlalu tinggi," ujar JK.
Keraguan kemudian memudar dan mendapatkan titik terang di hari-hari terakhir September. Gelombang WP pemburu amnesti di pekan terakhir membanjiri sejumlah kantor wilayah DJP di berbagai kota besar. Gerakan tersebut dipicu oleh aksi sejumlah taipan yang memohon amnesti pajak secara narsis di depan media.
Adalah Bos Lippo Grup James Riady dan Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi yang meramaikan lini masa pertama kali.
Aksinya kemudian diikuti oleh kakak beradik pemilik PT Adaro Energy Tbk dan grup media Mahaka, Garibaldi 'Boy' Thohir dan Erick Thohir.
Putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau yang akrab disapa Tommy Soeharto juga ikut latah tampil ke publik demi amnesti pajak. Pada saat yang bersamaan, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea juga mengajukan permohonan amnesti pajak setelah satu dekade mengaku menyembunyikan aset-asetnya dari pengamatan fiskus.
Berikutnya muncul pemilik Berca Group (PT Central Cipta Murdaya) Murdaya Poo dan Bos Maskapai Sriwijaya Air Chandra Lie, yang juga menjadi perhatian media ketika mengantri program amnesti pajak.
Menyusul kemudian rombongan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, yang di antaranya ada pendiri Saratoga Group yang juga Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno. Kedatangan bos-bos ke kantor pusat DJP pada 27 september 2016 disambut langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Antrean WP semakin panjang pada dua hari jelang penutupan, dari pagi dini hari hingga tengah malam. Sejumlah nama WP kakap yang ikut antre antara lain pemilik Aburizal Bakrie (Grup Bakrie); Prayogo Pangestu (Barito Pasific); Arifin Panirogo (Grup Medco); Anthony Salim dan Franky Welirang (Grup Indofood), Djoko Susanto (Grup Alfamart). Bahkan Ustad Yusuf Mansyur tak ketinggalan mewarnai pagelaran
tax amnesty.
Setidaknya, tercatat sekitar 1.1179 konglomerat berpartisipasi selama putaran pertama
tax amnesty. Lantas apa yang menjadi alasan melonjaknya capaian amnesti pajak di detik-detik terakhir periode pertama?
"Keteladanan Presiden Jokowi kita yang turun langsung ke lapangan mengundang partipasi masyarakat, juga semangat dari Menkeu Sri Mulyani dan jajaran DJP yang membuat
tax amnesty sukses," ungkap Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol, Selasa (4/10).
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menilai, putaran pertama
tax amnesty tak serta merta membuat pemerintah keluar sebagai pemenang. Dia mengatakan, raihan uang tebusan Rp89 triliun bukanlah satu-satunya indikator untuk menakar keberhasilan
tax amnesty, meski di atas ekspektasinya.
"Dulu saya termasuk yang meragukan
tax amnesty, saya pikir hanya Rp60 triliun, ternyata melambung sampai Rp89 triliun," ujar Enny.
Menurutnya, tolok ukur keberhasilan pemerintah menjaring pengemplang pajak bukan itu. Justru, pemerintah harus kembali melihat apa yang dicantumkannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
"Tujuan utamanya repatriasi. Kedua, perluasan basis data perpajakan. Baru bonusnya, ada penerimaan baru untuk menambal anggaran," imbuhnya.
Bila melirik dua tolak ukur tersebut, usaha pemerintah merepatriasi aset-aset di luar negeri belum berhasil. Rayuan Jokowi dianggap belum ampuh menggoda WP agar bersedia membawa pulang hartanya.
"Ibaratnya, kalau kekurangan darah, negara tidak mendapat donor darah, tidak mendapat darah segar. Jadi, pemerintah harus 'paksa' WP agar mau mendonor," ujarnya.
Tolak ukur tambahan lainnya, yang bisa mengukur hasil
tax amnesty putaran pertama ialah kepercayaan pengusaha. Menurut Enny, keikutsertaan para taipan belum bisa dikatakan mereka sudah patuh terhadap ketentuan perpajakan dan percaya terhadap kredibilitas pemerintah.
Dia menilai kesediaan pengusaha mendeklarasi harta-harta tersembunyi miliknya lebih karena ketakutan akan menjadi sasaran tembak para petugas pajak.
"Instrumen investasi yang belum menggiurkan membuat pengusaha pikir-pikir untuk mengalihkan dananya untuk investasi di dalam negeri dibandingkan di luar negeri," ucap Enny.
Dampak ke AnggaranBoleh dibilang, pencapaian setengah target
tax amnesty bisa sedikit memberi rasa lega kepada pemerintah. Pasalnya, uang tebusan Rp89 triliun sudah dipastikan akan menjadi peluru tambahan untuk kas negara.
"Setidaknya, tidak membuat Bu Sri Mulyani terlalu pusing untuk menutup ruang defisit 3 persen sehingga tak perlu memangkas anggaran di kuartal IV nanti," tandasnya.
Bahkan, lanjut Enny, uang tebusan ini dapat menutup kuping pemerintah pusat dari teriakan pemerintah daerah yang kelimpungan kala Sri Mulyani memutuskan memangkas dan menunda pencairan anggaran untuk daerah.
Sebelumnya, pemerintah melakukan antisipasi tak terpenuhi penerimaan negara dari pajak untuk menutup anggaran negara sehingga Sri Mulyani menggunting anggaran beberapa kementerian dan daerah.
Tercatat, dua kali Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memangkas anggaran negara. Pertama, memangkas sebanyak Rp133,8 triliun yang berasal dari anggaran belanja Kementerian/Lembaga (k/l) Rp65 triliun dan anggaran transfer ke daerah Rp68,8 triliun.
Kedua, pemangkasan semakin besar, yakni menjadi Rp137,6 triliun yang berasal dari anggaran transfer ke daerah sebesar Rp72,9 triliun dan anggaran belanja k/l yang berubah menjadi Rp64,7 triliun.
Otoritas pajak setidaknya masih punya waktu enam bulan untuk kembali merayu dan menyadarkan para penghindar pajak untuk patuh menyetor upeti ke kas negara. Target uang tebusan Rp165 triliun dan dana repatriasi Rp1.000 triliun, idealnya bisa tercapai dengan waktu eksekusi program yang dua kali lebih panjang dari periode pertama.
(ags/gen)