Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan meningkatkan batas jumlah produksi rokok untuk semua golongan perusahaan pengolahan tembakau yang menggunakan mesin. Sementara untuk pabrikan yang memproduksi rokok secara konvensional atau menggunakan tangan-tangan buruh justru dipangkas signifikan.
Kebijakan itu berlaku efektif mulai 1 Januari 2017, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang terbit Selasa (4/10).
Dalam PMK baru tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah batasan jumlah produksi 10 golongan pabrik yang memproduksi empat jenis rokok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan cara pembuatan, terdapat dua jenis rokok yang diproduksi menggunakan mesin, yakni Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Untuk kategori ini, pemerintah membagi produsen rokok menjadi dua golongan pabrik berdasarkan kapasitas produksi.
Untuk pabrik SKM dan SPM golongan I, kapasitas produksi rokoknya ditingkatkan menjadi lebih dari 3 miliar batang per tahun. Sementara sejak 2012 sampai akhir tahun ini, minimal produksi SKM dan SPM golongan I paling sedikit 2 miliar batang per tahun. Sedangkan pabrik SKM dan SPM golongan II, batas maksimal produksi tahunannya dinaikan, dari 2 miliar batang menjadi 3 miliar batang.
Kenaikan batas minimal produksi juga berlaku untuk jenis rokok berikutnya, yakni Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) dan Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF). Ada dua golongan pabrik untuk jenis ini, di mana untuk golongan I dibatasi produksinya minimal 3 miliar batang per tahun atau naik dari selama ini 2 miliar batang per tahun. Golongan berikutnya (II) dibatasi produksinya maksimal 3 miliar batang dari selama ini 2 miliar batang per tahun.
 Kuota produksi golongan pengusaha pabrik rokok tahun depan. |
Jenis rokok berikutnya adalah yang diproduksi menggunakan tangan-tangan pekerja, yakni Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Putih Tangan (SPT). Produsen kedua jenis rokok ini dibagi menjadi empat golongan, yang masing-masing produksinya diatur tersendiri.
Untuk pabrik SKT dan SPT golongan I, batasan produksinya tidak berubah atau tetap tidak boleh lebih dari 2 miliar per batang per tahun.
Namun untuk pabrik SKT dan SPT golongan II, minimal produksinya dinaikkan, dari minimal 350 juta hingga2 miliar batang per tahun menjadi minimal 500 juta batang dan maksimal 2 miliar batang.
Dengan naiknya batas minimal produksi golongan II, maka rentang jumlah produksi tahunan pabrik SKT dan SPT golongan IIIA turut berubah. Selama ini, produksi SKT SPT golongan IIIA dibatasi paling sedikit 50 juta hingga 350 juta batang. Terhitung mulai tahun depan, batasannya berubah menjadi minimal 10 juta dan maksimal 500 juta batang per tahun.
Golongan terakhir untuk jenis SKT dan SPT adalah golongan IIIB, yang produksi tahunannya dibatasi maksimal hanya 10 juta batang, turun dari selama ini 50 juta batang.
Sementara lima jenis produk hasil tembakau lainnya tetap tidak dibatasi produksinya, yakni Tembakau Iris (TIS), Klobot (KLB), Kelembak Menyan (KLM), Cerutu (CRT), dan Hasil Tembakau Pengolahan Lainnya (HPTL).
(ags/gen)