Jakarta, CNN Indonesia -- PricewaterhouseCoopers (PwC) menilai pemerintahan Joko Widodo tidak transparan dan tidak konsisten dalam menelurkan kebijakan. Kedua hal itu membuat serangkaian paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis hingga saat ini belum berdampak positif terhadap percepatan pembangunan infrastruktur.
"Kebijakan pemerintah tidak transparan dan mudah berubah dalam waktu yang singkat membuat pihak-pihak terkait tidak terkoordinasi dengan baik dan saling bertentangan. Ini menjadi beban bagi pebisnis dan menghambat pembangunan proyek," ujar Konsultan PwC Julian Smith, Selasa (11/10).
Dia menilai, upaya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempromosikan potensi investasi dan mempermudah pelayanan perizinan usaha justru mengalami bentrokan dari lembaga lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya swasta sulit masuk, lanjut Smith, dan sebagian besar proyek infrastruktur masih mengandalkan sokongan pendanaan dari kas negara dan perusahaan pelat merah seperti melalui pemberian dukungan dana tunai infrastruktur atau
Viability Gap Fund (VGF).
Kurangnya partisipasi swasta, menurut Smith, karena calon investor masih khawatir dengan kepastian hukum yang rendah di Indonesia.
"Pemerintah harus mengurangi ketergantungan pada BUMN dan meningkatkan pembiayaan sektor swasta sehingga investor swasta dapat mengambil peran pada pembangunan infrastruktur," jelas Smith.
Selain itu, Smith menilai kesiapaan proyek-proyek pemerintah juga masih diragukan. Kurangnya persiapaan proyek antara lain yang terkait ketersediaan tenaga kerja yang mumpuni dan permasalahan lahan.
Berdasarkan riset tersebut, PwC menyarankan pemerintah untuk mempertajam kembali 13 paket kebijakan ekonomi yang telah dirilis. Harapannya, belasan kebijakan itu dapat memotong jalus birokrasi dan memberikan kepastian hukum, serta meningkatkan daya saing Indonesia.
(ags)