Jakarta, CNN Indonesia -- Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyatakan upaya pemerintah mengurangi, menggabungkan, dan mempercepat perizinan pembangunan rumah murah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih sebatas janji manis Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rencana kebijakan yang tertuang dalam paket kebijakan ekonomi XIII yang dirilis pemerintah 25 Agustus 2016 lalu, belum bisa dimanfaatkan pengembang perumahan karena Peraturan Pemerintah (PP) yang menginstruksikan pemangkasan perizinan dari sebelumnya 33 izin menjadi 11 izin belum juga terbit.
Padahal, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meyakini dengan dipangkasnya izin tersebut maka pengembang hanya perlu menunggu selama 44 hari untuk bisa membangun rumah, dari sebelumnya menghabiskan waktu 769-981 hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“PP belum turun, belum ada dampak,” ucap Ketua Umum REI Eddy Hussy, Rabu (7/9).
Namun, Eddy mengapresiasi inisiatif pemerintah yang ingin mempermudah proses pembangunan rumah. Kebijakan tersebut dinilai menguntungkan perusahaan properti karena melalui paket tersebut, perizinan untuk mendirikan rumah menjadi lebih ringkas.
“Ini tentu bagus, kami sudah apresiasi pemerintah karena mau memangkas tahapan perizinan. Tapi sekali lagi PP nya belum turun,” jelasnya.
Paket kebijakan terbaru ini, lanjut Eddy, semakin mempermudah perusahaan properti dalam membangun hunian kelas menengah ke bawah, di mana segmentasinya mengejar MBR.
Hanya saja, ini akan menjadi percuma jika PP terkait isi dari paket kebijakan XIII belum juga diterbitkan.
“Ini akan membantu mempercepat pembangunan oleh perusahaan properti, khusus untuk pembangunan untuk MBR ya,” terangnya.
Sebagai informasi, paket kebijakan XIII rilis pada 25 Agustus lalu dan merupakan paket kebijakan ekonomi terbaru. Paket kebijakan ini diluncurkan pemerintah untuk menembus target satu juta rumah hingga akhir 2016.
Paket kebijakan ini mengatur percepatan izin Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah kepada pengembang, pengukuran, dan pembuatan peta bidang tanah, termasuk penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Induk, dan pemecahan IMB.
Selanjutnya, izin yang juga dipercepat, yakni izin evaluasi dan penerbitan Surat Keputusan (SK) tentang Penetapan Hak Atas Tanah, pemecahan sertifikat atas nama pengembang, dan pemecahan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB atas nama konsumen.
Terdapat pula izin yang digabung, yakni proposal pengembangan dengan surat pernyataan tidak sengketa dan Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) dengan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) yang digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) wilayah serta pertimbangan teknis penatagunaan tanah atau
advise planning.
Kemudian, izin pengesahan
site plan juga akan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), rekomendasi damkar, dan retribusi penyediaan lahan pemakaman.
Sementara itu, perizinan yang dipangkas, yakni izin lokasi, persetujuan gambar
master plan, rekomendasi
peil banjir, persetujuan dan pengesahan gambar
site plan, dan Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin).
(gen)