ILUNI UI: Impor Gas Percepat Penurunan Harga Gas Industri

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2016 09:20 WIB
Soalnya, harga gas impor terbilang lebih murah ketimbang harga gas di dalam negeri. Kemungkinan, harga gas dalam negeri ikut menyesuaikan.
Ilustrasi pipa gas milik Pertagas. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah melakukan impor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dinilai dapat mempercepat penurunan harga gas industri. Soalnya, harga gas impor terbilang lebih murah ketimbang harga gas di dalam negeri.

Menurut Ryad Chairil, pengamat Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), apabila gas impor masuk ke dalam negeri, maka kemungkinannya harga gas dalam negeri juga ikut menyesuaikan. Karena, produsen gas di dalam negeri takut kehilangan pasarnya.

"Memang, kebijakan impor itu langkah yang cepat kalau memang harga gas mau buru-buru diturunkan," ujarnya, Rabu (12/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, Ryad juga menilai, kebijakan impor mampu memicu harga gas di dalam negeri semakin stabil. Namun demikian, ia mengingatkan, jangan sampai implementasi impor ini dilakukan dalam jangka panjang.

Pasalnya, impor gas berkepanjangan diyakini tidak akan menyelesaikan masalah harga gas hingga ke akarnya. Permasalahan harga gas bukan cuma sekadar efisiensi di hulu, namun juga di masalah distribusinya.

Di samping itu, sambung dia, kebijakan impor gas yang terlalu agresif bisa menjadi blunder bagi pemerintah. Publik bisa menganggap pemerintah tidak kredibel dan cenderung pragmatis dalam mengurusi masalah esensial, seperti gas.

Makanya, Ryad mengusulkan, pemerintah harus intervensi di dalam pengaturan hilir migas. Peran Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas sangat diperlukan demi menciptakan kondisi penyaluran yang menguntungkan bagi negara.

"Dan, saya yakin pemerintah pun tak mau melakukan opsi impor ini. Mereka pasti sadar bagaimana dampaknya ke persepsi publik. Apalagi, sekarang ada berkargo-kargo LG dalam negeri yang belum terserap," imbuh dia.

Tak sependapat dengan Ryad, Widodo Wahyu Purwanto, Profesor Sustainable Energy UI menilai, kebijakan impor LNG tak akan berpengaruh signifikan bagi penurunan harga gas.

"Kalau LNG itu sulit. Ongkos mencairkan saja US$3 hingga US$4 per MMBTU, kalau regasifikasi bisa US$5 per MMBTU. Kecuali, harga gas bisa menjadi nol, tetapi ini kan tidak mungkin. Bisa tidak, Indonesia dapatkan harga gas yang serendah mungkin?," kata Widodo.

Menurut dia, impor LNG akan percuma kalau tidak dilengkapi dengan reformulasi harga gas. Karena, harga LNG saat ini mengacu harga pasar. Sementara itu, sebagian besar Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) menggunakan sistem tetap dengan eskalasi, di mana skema tersebut tak mempertimbangkan harga pasar yang berlaku.

"Tetapi, kalau memang impor itu dibolehkan secara regulasi, ya kenapa tidak? Asal pemerintah bisa mencari harga gas yang lebih murah," ucapnya.

Asal tahu, pemerintah berencana membuka opsi impor LNG demi mengefisienkan harga gas bagi industri di Indonesia bagian barat. Sementara itu, produksi LNG dari Indonesia timur bisa dialokasikan untuk pasar ekspor. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER