Pemerintah Gantung Tiga Permintaan Inpex untuk Garap Masela

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 25 Okt 2016 08:32 WIB
Untuk dapat memenuhi permintaan pemerintah membangun fasilitas regasifikasi di darat, Inpex sebelumnya mengajukan tiga syarat agar proyek ekonomis.
Untuk dapat memenuhi permintaan pemerintah membangun fasilitas regasifikasi di darat, Inpex sebelumnya mengajukan tiga syarat agar proyek ekonomis. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengirimkan balasan terkait permintaan Inpex Corporation di dalam mempercepat pengembangan fasilitas Liquefied Natural Gas (LNG) di blok Masela, agar tingkat pengembalian internalnya (Internal Rate of Return/IRR) bisa mencapai 15 persen.

Sebelumnya, demi mencapai angka IRR yang diinginkan, Inpex meminta tiga syarat yaitu:
1. Penambahan kapasitas kilang LNG dari 7,5 MTPA ke angka 9,5 MTPA
2. Pengembalian biaya penyusunan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) kilang LNG skema offshore yang dikategorikan sebagai sunk cost sebesar US$1,2 miliar, dan
3. Penghentian sementara kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) selama 10 tahun.

Nyatanya, pemerintah belum berani mengabulkan tiga keinginan Inpex melalui surat balasan tertanggal 13 Oktober 2016 yang diteken mantan Pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam surat tersebut Luhut tidak mencantumkan persetujuan atas penambahan kapasitas kilang LNG. Luhut menulis, pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) akan melakukan kajian mendalam terkait potensi tersebut. Salah satu kajian yang perlu dipelajari adalah masalah komersialisasi.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Tunggal mengaku khawatir jika penambahan kapasitas LNG ini tidak diiringi dengan penyerapan hasil produksi yang maksimal maka justru akan merugikan investor dan pemerintah sendiri.

"Nanti kalau kapasitas kilang LNG ditambah, market-nya mau ke mana? Cadangannya cukup apa tidak? Kemampuan sumurnya apakah mencukupi? Tentu saja aspek-aspek seperti ini harus dipertimbangkan sebelum menyusun rencana pengembangan (Plan of Development/PoD)," terang Tunggal, kemarin malam (24/10).

Hal serupa juga berlaku untuk moratorium PSC selama 10 tahun. Tunggal beralasan, moratorium kontrak pada dasarnya adalah perpanjangan masa PSC, sehingga implementasinya harus sesuai dengan peraturan perpanjangan kontrak yang berlaku saat ini.

Untuk itu, ia mengacu pada pasal 7 Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 tahun 2015. Di mana pengajuan perpanjangan kontrak kerjasama minimal disampaikan 10 tahun sebelum PSC berakhir.

Dalam kasus blok Masela, PSC akan kadaluwarsa pada 2028. Sehingga pembicaraan terkait moratorium kontrak Masela lebih elok dibicarakan pada 2018 mendatang. Atas dasar itu, Luhut belum berani menulis kata setuju terhadap moratorium kontrak di dalam surat balasan tersebut.

"Berdasarkan peraturan yang sama, pembicaraan terkait kontrak bisa saja dilakukan lebih cepat asal sudah ada Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Sedangkan sampai sekarang belum ada PJBG dari blok Masela kan? Kalau sudah ada PJBG, ya tunjukkan saja," tambahnya.

Sementara untuk pengembalian sunk cost, Kementerian ESDM mengaku masih mempelajari aspek legal dari aktivitas tersebut. Untuk itu, pengurusannya sepenuhnya diserahkan kepada SKK Migas.

"Perlu dipelajari lagi apakah sunk cost menjadi bagian yang secara resmi bisa dikembalikan atau tidak. Namun, itu pun membutuhkan waktu yang lama karena mempelajari struktur biaya itu tidak mudah," jelasnya.

Beri Kepastian

Kendati terus menunda-nunda kepastian, Tunggal tak ingin Inpex terus menggigit jari. Ia berharap, pemerintah segera memberi kepastian terhadap permintaan Inpex tersebut.

"Kalau mereka niat bangun dan punya permintaan, masa sih kami tidak pertimbangkan?" pungkas Tunggal.

Inpex sendiri mulai mengelola blok Masela sejak 1998 saat ditandatanganinya kesepakatan PSC dengan jangka waktu 30 tahun. Setelah itu, PoD pertama blok Masela ditandatangani Pemerintah pada 2010.

Kemudian di 2014, Inpex bersama mitranya di blok Masela, Shell Upstream Overseas Services Ltd merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 TCF ke angka 10,73 TCF.

Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA. Jika rampung, pembangunan ini digadang akan menjadi proyek fasilitas LNG lepas pantai (offshore) terbesar di dunia.

Namun pada bulan Maret lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan Blok Masela dilakukan secara onshore karena dinilai memiliki dampak yang lebih besar bagi masyarakat. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER