Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp18,6 triliun sampai kuartal III 2016, naik 1,8 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp18,3 triliun. Salah satu penyebab kinclongnya kinerja BRI adalah melesatnya penyaluran kredit mikro kepada pengusaha-pengusaha kecil sampai akhir September lalu.
Direktur Utama BRI Asmawi Syam mencatat penyaluran kredit bank pelat merah yang dipimpinnya mengalami pertumbuhan berkat meningkatnya pertumbuhan di segmen mikro.
BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp603,5 triliun atau naik 16,3 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini melampaui rata-rata pertumbuhan industri yang hanya mencapai 6,8 persen (per Agustus 2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kredit mikro disebut Asmawi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit. Jika dibandingkan dengan kurtal III tahun lalu, jumlah kredit mikro yang disalurkan naik 20,3 persen dari sebesar Rp170,2 triliun menjadi Rp204,8 triliun.
BRI juga mampu menambah basis nasabah pinjaman baru di segmen tersebut sebanyak 1 juta dari 7,6 juta menjadi 8,6 juta nasabah selama kuartal III.
"Pertumbuhan jumlah ini terutama terjadi di Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kami bersyukur ternyata tidak terjadi kanibal antara nasabah mikro Kupedes BRI dengan nasabah KUR. Saya pikir banyak nasabah Kupedes yang beralih ke KUR, namun ternyata nasabah kedua program tersebut justru sama-sama bertumbuh," kata Asmawi, Selasa (25/10).
Hal lain yang menopang kinerja BRI sepanjang Januari-September 2016 adalah pendapatan bunga atau
Net Interest Income (NII) yang mencapai Rp48,6 triliun atau tumbuh 16,8 persen
year on year (yoy). Serta perolehan pendapatan berbasis komisi (
fee based income) yang mencapai Rp6,6 triliun atau tumbuh 25,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan
fee based income tersebut didominasi oleh tambahan
fee yang berasal dari jasa administrasi kredit sebesar 113,6 persen yoy menjadi Rp740 miliar kemudian diikuti oleh
fee trade finance yang tumbuh 58,8 persen yoy menjadi Rp614 miliar,
fee e-banking sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh 42,2 persen yoy dan
fee yang berasal dari jasa kegiatan perbankan lainnya.
"Hal ini mengindikasikan mulai nyamannya nasabah bertransaksi di e-
channel milik BRI, sehingga
fee based kami meningkat signifikan," ujar Asmawi Syam.
Tambah PencadanganBerkaca dari kinerja yang tumbuh di atas rata-rata industri, Asmawi optimistis BRI mampu mencetak pertumbuhan kredit dua digit hingga akhir tahun. Ia memproyeksikan pertumbuhan tahun ini bisa mencapai kisaran 13-14 persen atau tumbuh di atas proyeksi bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kendati demikian, Wakil Direktur BRI Sunarso menilai risiko perlambatan ekonomi hingga akhir tahun tetap harus diantisipasi. Meski mampu menekan rasio kredit bermasalah (NPL)
gross ke level 2,2 persen, BRI tetap memasang strategi konservatif hingga akhir tahun.
BRI justru menaikkan rasio pencadangan dari 150 persen menjadi 166 persen dengan total Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar Rp22,3 triliun hingga akhir tahun. Pencadangan tersbeut dirasa cukup untuk mengatasi kenaikkan NPL di tengah tren perlambatan kredit.
"Kami menilai cuaca belum begitu baik, oleh sebab itu kita sediakan payung sebelum terjadi apa-apa," ujarnya.