Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, sebanyak lima pengusaha batu bara dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) Generasi I masih menahan Dana Hasil Produksi Batu bara (DPHB) sepanjang tahun 2008 hingga tahun 2012. Total dana DPHB yang masih ditahan oleh pengusaha batu bara sebesar Rp21,85 triliun.
Inspektur Jenderal Kementerian ESDM, Mochtar Husein menjelaskan, DPHB yang ditahan pengusaha tersebut mengambil porsi terbesar dari piutang yang menjadi hak Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM di pihak ketiga, yaitu 83,3 persen dari total piutang Rp26,23 triliun.
Ia menjelaskan, pengusaha ini menunggu audit dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang perlu dikembalikan (reimburse) ke perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mochtar mengatakan, kelima perusahaan tersebut merujuk pada pasal 11.2 kontrak PKP2B generasi pertama yang menyebut bahwa perusahaan hanya bisa dikenakan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan (PPn), dan Pajak Daerah. Namun di masa operasinya, ternyata pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Tetapi menurut pasal 11.3 di kontrak yang sama, pajak-pajak lain yang dikenakan di luar ketiga pajak utama itu, termasuk PPN, harus di-reimburse pemerintah. Sayangnya, jumlah PPN yang perlu pemerintah reimburse belum diaudit oleh Ditjen Pajak, sehingga mereka juga setengah hati untuk memberikan royaltinya kepada pemerintah.
"Mereka menahan [royalti] itu, tapi mereka mengklaim mereka punya hak untuk mendapatkan pengembalian PPN. Makanya kami minta agar ini bisa diselesaikan, sehingga piutang bisa ditukar guling [
set off]," ujar Mochtar, Senin (31/10).
Ia melanjutkan, pengusaha batu bara PKP2B generasi I memang hanya menahan royalti sepanjang 2008 hingga 2012, mengingat pemberlakuan fiskal kembali lagi sesuai kontrak di tahun 2012. Selain itu, kelima perusahaan ini terbilang rajin membayar DPHB sepanjang 2001 hingga 2007 dengan angka Rp686 miliar.
"Nanti kalau sudah selesai bisa langsung
set off, seperti periode 2001 hingga 2007," ujarnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot tak merinci kelima perusahaan yang meminta reimburse tersebut. Tetapi, ia akan terus meminta koordinasi dengan Kemenkeu secepatnya.
"Mereka itu tidak menunggak, tapi menahan. Tapi ada kewajiban lain yang perlu dipenuhi. Kami minta koordinasi dengan Kementerian Keuangan," tegasnya.
Selain royalti yang belum terbayar, Kementerian ESDM juga memiliki piutang berupa kurang bayar royalti sejumlah Rp4,37 triliun, yang telah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(gir/ags)