Jakarta, CNN Indonesia -- Kurang dari 24 jam, rakyat Amerika Serikat (AS) akan menggelar hajatan demokrasi terbesar, yaitu pemilihan presiden. Dalam peta perolehan suara calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton dan calon Partai Republik Donald Trump yang digelar lembaga survei nasional AS, persaingan keduanya bahkan digambarkan berlangsung sengit.
Para analis sibuk melakukan hitung-hitungan dengan skema pemenangan masing-masing calon. Sayangnya, siapapun yang nantinya menggantikan Presiden AS Barrack Obama, gejolak bursa saham dan pasar keuangan AS tidak terhindarkan. Pekan lalu, seperti dikutip dari Reuters, mayoritas perdagangan saham di Wall Street ditutup melemah. Indeks Dow Jones turun 42,39 poin dan S&P turun 3,48 poin.
Apa dampaknya bagi bursa saham dan pasar keuangan nasional?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto mengungkapkan, keluarnya dana asing akhir pekan lalu semata menunggu kepastian usai pagelaran pilpres AS. Asal tahu saja, pekan lalu, investor asing membukukan transaksi jual bersih Rp966,4 miliar di pasar reguler.
Memang, ada kecenderungan Clinton menjadi market-darling jika dibandingkan dengan lawan politiknya, Trump. Alasannya, kebijakan Clinton diramal tidak akan jauh berbeda dengan yang dilahirkan Obama. Sehingga, disukai pasar karena menciptakan kepastian. Berbeda dengan Trump yang dinilai kontroversial.
Direktur Investa Sarana Mandiri Hans Kwee menilai, Trump penuh risiko dibandingkan Clinton. Ditambah, Clinton mampu mengungguli Trump di sepanjang kampanye dan debat. "Seharusnya, Clinton muncul sebagai pemenang. Kalau menang, stabilitas terjaga," ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan luar negeri Trump juga dinilai berbahaya, terutama bagi sejumlah negara yang secara terang-terangan dibencinya. Seperti, Meksiko. Pandangan berbeda disampaikan Lana Soelistianingsih, Analis Samuel Sekuritas. Menurut dia, apabila pengusaha properti asal New York itu terpilih sebagai presiden, Indonesia bersiap menerima berkah positifnya.
"Kalau Trump menjadi presiden terpilih, akan timbul ketidakpastian bagi pelaku pasar mengenai kondisi ekonomi AS. Sehingga, investor asing nantinya memilih negara-negara emerging market, seperti Indonesia," imbuh Lana.
Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management mengingatkan, seperti halnya pemilihan presiden di berbagai negara di dunia, janji politik terlalu mudah menguap ketika pesta demokrasi selesai. "Makanya, saya kira, seluruh sentimen yang ada ini sifatnya hanya jangka pendek saja. Seminggu lah," ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Rudiyanto dari empat pilpres AS terakhir periode tahun 2000-2016 menyebutkan tidak ada pola yang pasti yang dapat menyeret atau mengerek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kalau pun ada, menurut dia, sentimen semata.
IHSG, sambung Rudiyanto, akan tetap naik dan turun sesuai kondisi fundamentalnya. Ia mengimbau, investor tidak perlu terlalu mengkhawatirkan jawara AS, melainkan fokus pada fundamental di dalam negeri.
Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang menambahkan, secara historis, dari 6 pesta demokrasi rakyat AS sebelumnya, apabila calon dari Partai Demokrat unggul, bursa saham AS berpotensi turun 0,9-1,5 persen pada November. Lalu, naik 1,7-2 persen pada Desember.
Tetapi, kalau calon dari Partai Republik yang memenangi pilpres AS, bursa saham AS terus mendaki. Yakni, 1 persen pada November, dan 2 persen pada Desember.
"Kembali ke Indonesia, IHSG saat ini terhambat oleh pertumbuhan ekonomi kuartal III yang lebih lambat ketimbang kuartal kedua. Selain itu, juga pengaruh kinerja emiten kuartal ketiga," terang Edwin.
 Foto: REUTERS/Carlos Barria Hillary Clinton, calon presiden dari Partai Demokrat. |
Apabila Hillary Clinton menang pilpres ASPasar Saham
Menurut Wellian Wiranto, Analis OCBC Bank yang berbasis di Singapura, sentimen pasar membaik dengan adanya rebound sekitar 2 persen pada pasar saham AS, setelah poling opini menunjukkan Clinton mengungguli Trump jelang pemilihan presiden AS yang bakal digelar waktu Asia malam ini.
Akhir pekan lalu, indeks Dow Jones terkoreksi 0,24 persen ke level 17.888,28. Saat itu, Analis First Asia Capital David Sutyanto meramal, jika Clinton terpilih, pasar saham AS bisa rebound antara 3-5 persen.
Surat Utang
Sejak jajak pendapatan antara Clinton dan Trump akhir Juli lalu, imbal hasil (yield) surat utang AS meningkat 36 basis poin. Namun, kondisi ini hanya bersifat jangka pendek saja.
Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang mengungkapkan, investor akan memburu surat-surat berharga AS karena berakhirnya ketidakpastian. Kondisi ini akan membuat harga surat utang naik.
"Surat utang berdenominasi dolar AS juga akan dicari. Akibatnya, harganya naik, tetapi yield turun. Penurunan yield tersebut bisa berkisar 3-5 persen, kalau Clinton menang," ucapnya.
Pasar Uang
"Nilai tukar dolar AS menguat, setelah adanya pandangan bahwa Clinton masih dapat mengungguli Trump dalam pemilihan presiden AS yang akan dilaksanakan malam ini," ujar Wellian.
Selasa pagi (8/11), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 28 poin menjadi Rp13.083 per dolar AS. Sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat berada di posisi Rp13.055 per dolar AS.
"Dolar AS bergerak stabil dengan kecenderungan terapresiasi terhadap mayoritas mata uang dunia, karena meningkatnya prospek kemenangan untuk kandidat Presiden dari Partai Demokrat," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra.
 Foto: REUTERS/Rick Wilking Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik |
Apabila Donald Trump menang pilpres ASPasar Saham
Budi Wibowo, Analis OCBC Securities Budi Wibowo mengungkapkan, pelaku pasar terus menunggu hasil pemilihan presiden AS demi mengantisipasi kondisi pasar jika nantinya bergejolak.
Jika Donald Trump menang, menurut Budi, sentimen negatif bagi pasar modal. "Trump menang, indeks dunia terjun bebas. Karena, Trump dikenal sangat kontroversial," terang dia.
Surat Utang
Direktur Strategis dan Portofolio Utang Kementian Keuangan Schneider Siahaan sempat mengkhawatirkan apabila Trump keluar sebagai pemenang pemilihan presiden AS akan mengusik rencana penerbitan Surat Utang Negara (SUN).
Pasar diperkirakan bergejolak. Jika pasar bergejolak, sambung dia, investor cenderung menahan diri. "Kalau global lagi kacau, market kita juga ikut-ikutan. Investor menahan diri, sehingga mungkin lelang kita agak terpengaruh," ungkap Schneider.
Pasar Uang
Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management memprediksi, kemenangan Trump akan menimbulkan kejutan terhadap nilai tukar dolar AS. Investor akan melepas dolar AS mereka karena kekhawatiran akan ketidakpastian yang ditimbulkan Trump.
"Kalau banyak yang jual dolar AS, logikanya, tentu harga jadi lebih murah. Namun, ini hanya sentimen yang bersifat jangka pendek, paling lama sepekan setelah hasil hitung cepat," tutur dia.
(bir/gen)