Jakarta, CNN Indonesia -- Harga mutiara sepanjang 2016 ini diakui asosiasi pembudiaya tengah berada dalam kondisi lesu. Hal ini ditengarai sebagai imbas dari berbagai krisis yang terjadi dan beberapa faktor yang menganggu geliatnya bisnis mutiara.
"Harga mutiara sekarang turun," kata Mulyanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) saat ditemui CNNIndonesia.com, di arena Indonesian Pearl Festival (IPF) di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (9/11).
"Ini sebenarnya juga karena kondisi ekonomi tengah melemah. Sepanjang tahun ini turun sekitar 10 persen," lanjut Mulyanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa faktor diakui Mulyanto ikut menyebabkan penurunan tren harga mutiara. Ia menyebut faktor alam seperti perubahan iklim memainkan peran besar melemahkan bisnis mutiara karena kejadian mati massal lebih sering terjadi.
Ia menuturkan, kejadian mati massal kerang mutiara dapat disebabkan oleh beberapa sebab. Seperti perubahan suhu lautan yang semakin panas, dan derajat keasaman atau pH yang semakin asam. Mati massal kerang budidaya ini diakui Mulyanto semakin sering terjadi sejak 2010, dan memaksa para petani mutiara mulai proses budidaya dari awal.
"Faktor paling besar lainnya adalah
destructive fishing. Biasanya tempat budidaya mutiara yang bagus mesti ada karang yang bagus. Nah di sekitarnya ada kerapu dan banyak yang menangkapnya dengan cara diracun atau dibom. Ini yang berdampak langsung pada kerang mutiara," kata Mulyanto.
"Budidaya mutiara ini kan di tempat terpencil, nah di situ kontrol kurang. Kalau ada operasi (untuk menjaring pelaku
destructive fishing) selalu bocor," lanjut Mulyanto.
Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku berupaya mendorong industri mutiara tetap bergairah terutama untuk jenis mutiara laut selatan atau south sea pearl. Jenis mutiara ini adalah komoditas unggulan dan Indonesia menjadi sentra produksi tipe mutiara ini.
Menurut data KKP yang dikutip dari Badan Pusat Statistik, Indonesia pada 2015 lalu mengekspor
south sea pearl sebanyak 6,74 ton dengan nilai US$31,2 juta, sedangkan total produksi
south sea pearl dunia sebesar 12 ton.
KKP juga menyebutkan selain menyumbang jumlah devisa puluhan juta dolar tersebut, industri budidaya mutiara ini juga telah menyerap 53 ribu orang tenaga kerja, 200 ahli insetor lokal, dan 50 insetor asing.
Di dunia saat ini ada empat mutiara yang menguasai pasar, yaitu
south sea pearl yang diproduksi Indonesia, Filipina, Australia, dan Myanmar dengan jumlah 12 ton per tahun.
Kemudian ada mutiara air tawar dari China dengan produksi sebesar 1.500 ton per tahun. Lalu mutiara Akoya dari Jepang dan China dengan produksi 15-20 ton per tahun. Dan black pearl dari Tahiti dengan jumlah produksi 8-10 ton per tahun.
Kondisi harga mutiara diakui Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo dipengaruhi sangat kuat oleh pasar, terutama para ahli dan peminat mutiara.
"Harga mutiara berbeda sekali dibanding komoditas perikanan dan kelautan yang lain. Ini sangat subjektif dan para ahli serta peminat mutiara yang bisa benar mengenali mutiara bisa dihargai ratusan juta, tapi bila ada cacat maka bisa jatuh. Sangat subjektif," kata Nilanto saat ditemui CNNIndonesia.com.
"Kalau Indonesia sampai bisa menentukan harga kayaknya belum bisa, mudah-mudahan bisa ke depannya. Tergantung konsumen pasar. Saat ini kami sedang berupaya branding south sea pearl,” lanjutnya.