Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menilai ada sejumlah faktor yang akan memengaruhi laju ekonomi Jakarta pada tahun depan, antara lain pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Fadjar Majardi mengatakan, aktivitas pilkada melalui pasangan calon maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya bisa meningkatkan perekonomian. Tetapi, pengecualian untuk Jakarta, karena dipicu adanya aksi unjuk rasa pada 4 November lalu.
"Ekspektasi kami akan meningkat. Tetapi, ternyata melihat datanya, sumbernya dan kejadian yang kemarin (4/11), kok resikonya malah menurunkan ekonomi Jakarta," kata Fadjar di Kepulauan Seribu, kemarin (13/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadjar menjelaskan, perkiraan penurunan ekonomi itu muncul lantaran, kontribusi belanja pilkada relatif kecil terhadap aktivitas ekonomi Jakarta yang sangat besar.
Aktivitas ekonomi Jakarta selama 2016 diperkirakan mencapai Rp2.190 triliun atau rata-rata Rp6 triliun per hari. Sedangkan, peningkatan konsumsi dari pilkada hanya sebesar Rp1,1 triliun. Angka itu didapat dari pengeluaran KPUD sebesar Rp478 miliar dan dana kampanye masing-masing calon sebanyak Rp203 miliar.
"Angka aktivitas ekonomi Jakarta yang per harinya Rp6 triliun dibandingkan dengan aktivitas pilkada selama hampir empat bulan hanya Rp1,1 triliun, tidak akan berpengaruh," tutur Fadjar.
Data dari BI Juga menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga non profit yang notabene terkena dampak langsung pilkada, juga tidak memperlihatkan peningkatan yang signifikan.
Meski tak berpengaruh, Fadjar memastikan, apabila pilkada kembali diwarnai aksi demontrasi besar-besaran, dampaknya akan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, aksi unjuk rasa 4 November mengakibatkan turunnya aktivitas ekonomi Jakarta sebesar Rp2,9 triliun dengan aktivitas konsumsi berkurang 60 persen, dan lainnya melorot 30 persen.
Aktivitas ekonomi pada saat aksi unjuk rasa berlangsung juga membuat jalanan lowong yang mengindikasikan masyarakat tak bepergian. Penumpang Bus Transjakarta turun 30 persen dari hari biasanya yang mampu menembus 450 ribu penumpang.
Kadin DKI Jakarta juga memprediksi kerugian transaksi akibat aksi unjuk rasa tersebut mencapai Rp500 miliar. Hal ini dikarenakan sekitar 20 ribu toko dengan omzet Rp25 juta terpaksa tutup sementara untuk menghindari hal-hal di luar kendali.
"Akan sangat berisiko jika terjadi aksi demonstrasi lagi," terang Fadjar.
Selain unjuk rasa, Fadjar menyebut, pilkada juga membuat investasi melambat, karena investor cenderung menunggu suasana kondusif dan stabil, yaitu setelah pilkada usai.
Dampak Media SosialFadjar menuturkan, sebetulnya, aktivitas pilkada mampu meningkatkan konsumsi yang berasal dari dana KPU/KPUD dan pasangan calon. Konsumsi itu, membuat kinerja usaha di beberapa sektor ikut meningkat. Seperti transportasi, periklanan, konveksi percetakan, serta makanan dan minuman.
Namun, sayangnya, dampak positif terhadap ekonomi itu pun mulai menurun. Alasannya tak lain karena booming pemanfaatan media sosial sebagai sarana kampanye. Media sosial dianggap tak kalah efektifnya, di samping alasan bahwa kampanye di media sosial tak membutuhkan banyak biaya. Belum lagi, pembatasan kegiatan kampanye dari KPU.
Kendati demikian, sambung Fadjar, secara nasional, pelaksanaan pilkada masih memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi, pilkada dilakukan serentak di 101 daerah. "Secara nasional, lumayan berpengaruh," ungkap Fadjar.
Sekadar informasi, pelaksanaan pilkada tahun lalu di 269 daerah tercatat mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1 persen.
(bir)