Neraca Pembayaran Indonesia Surplus US$5,7 Miliar

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 11 Nov 2016 21:38 WIB
Bank Indonesia menyatakan hal itu ditopang neraca transaksi modal dan finansial (TMF) kuartal III yang surplus US$9,4 miliar.
Bank Indonesia menyatakan hal itu ditopang neraca transaksi modal dan finansial (TMF) kuartal III yang surplus US$9,4 miliar. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) melaporkan surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III-2016 sebesar US$5,7 miliar menyusul naiknya penanaman modal langsung.

Jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencatatkan surplus sebesar US$2,2 miliar, maupun dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan defisit U$4,6miliar, posisi NPI kuartal lalu membaik.

Pada periode Juli-September 2016, neraca transaksi modal dan finansial (TMF) pada triwulan yang sama mencatatkan surplus sebesar US$9,4 miliar, melonjak dibandingkan dengan surplus kuartal sebelumnya US$7,9 miliar dan surplus periode yang sama tahun sebelumnya, US$0,2 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini menunjukkan tingginya aliran modal pada kuartal III-2016," tutur Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati dalam paparannya di Gedung Thamrin BI, Jumat (11/11).

Hendy menjelaskan peningkatan surplus TMF dipengaruhi oleh naiknya surplus investasi langsung dari US$3,0 miliar menjadi US$5,2 miliar. Hal ini dipicu oleh neto penarikan utang korporasi antar-afiliasi pada kuartal-III 2016 setelah pada kuartal sebelumnya mencatat neto pembayaran utang.

Aliran modal masuk tercatat sebesar US$6 miliar naik dari kuartal sebelumnya, US$4,2 miliar. Sektor yang banyak dilirik adalah manufaktur dan pertambangan dan sektor lain-lain (termasuk jasa dan properti).

Sementara, aliran modal keluar hanya US$0,8 miliar, turun dari kuartal sebelumnya, US$1,3 miliar.

Selain itu, turunnya defisit investasi lainnya dari minus US$3,7 miliar menjadi US$2,3 miliar juga berdampak positif pada surplus TMF.

Sedangkan surplus neto investasi portofolio tercatat lebih rendah dibanding kuartal II 2016, dari US$8,3 miliar menjadi US$6,5 miliar. Hal ini disebabkan karena tidak ada penerbitan global bonds pemerintah pada kuartal III 2016.

Meski menurun, surplus investasi portofolio masih besar akibat sentimen positif terkait implementasi program amnesti pajak.

Dari sisi transaksi berjalan (current account deficit/CAD), defisit mengecil dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yakni dari US$5,0 miliar atau 2,16 persen dari Produk Dometik Bruto (PDB) menjadi US$4,5 miliar atau 1,83 persen dari PDB.

Namun, defisit tersebut masih melebar jika dibandingkan defisit kuartal III 2015 yang tercatat sebesar US$3,9 miliar atau 1,81 persen dari PDB.

Terbantu Penurunan Harga Minyak

Hendy mengungkapkan defisit transaksi berjalan menyusut berkat surplus neraca perdagangan barang non minyak dan gas (migas) yang meningkat tipis dari kuartal sebelumnya, dari US$5,2 miliar menjadi US$5,3 miliar.

"Capaian ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu, US$6,3 miliar, karena ekspor tak sebaik tahun lalu," ujarnya.

Hal itu juga diikuti turunnya defisit neraca migas menjadi minus US$1,3 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus US$1,4 miliar.

"Defisit neraca migas menurun terutama karena harga minyak yang lebih rendah," ujarnya.

Selain itu, penurunan CAD juga disumbang oleh berkurangnya defisit neraca jasa mengikuti melambatnya kegiatan impor barang pada musim lebaran. Apabila kuartal sebelumnya defisit neraca jasa sebesar US$2,2 miliar, maka pada kuartal III-2016 menjadi minus US$1,5 miliar.

"Impor kita kan lagi rendah itu kan berdampak pada pembayaran services yang diterima importir kita," jelasnya.

Di sisi lain, penurunan defisit CAD lebih lanjut tertahan oleh defisit neraca pendapatan primer yang meningkat dari US$7,79 miliar menjadi US$7,91 miliar.

"Pembayaran primer itu seperti pembayaran bunga-bunga utang, bunga sekuritas meningkat karena arus investasi yang meningkat," jelasnya.

Hal itu juga diikuti dengan surplus neraca pendapatan sekunder yang menipis, dari US$1,23 miliar menjadi US$1,02 miliar, akibat menurunnya remitansi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

"Sekarang tidak setiap orang bisa bekerja ke Arab karena ada moratorium. Ini menyebabkan menurunnya penerimaan TKI," jelasnya. (gir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER