Boediono, Chatib Basri, Sri Mulyani Adu Taktik Melawan Krisis

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Rabu, 30 Nov 2016 14:51 WIB
Boediono mengibaratkan krisis sebagai gempa, yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya, dimana dan seberapa besar dampaknya.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga mantan Menteri Keuangan, yakni Boediono, Chatib Basri, dan Sri Mulyani (yang kini kembali menjabat Menkeu) angkat bicara soal krisis. Ketiganya sepakat, poin penting dari penanganan krisis adalah kesiapan pemerintah.

Dalam seminar bertajuk Tantangan Pengelolaan APBN Dari Masa Ke Masa yang digelar di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/11), Boediono mengibaratkan krisis sebagai gempa, yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya, dimana dan seberapa besar dampaknya.

"Elemen-elemen kejut (element of surprise) akan tetap ada. Kita harus siap menghadapi elemen tersebut. Namun, kita juga harus mempertajam kemampuan kita melihat ke depan. Bukan hanya enam bulan atau setahun, tetapi beberapa tahun ke depan," ujar Boediono.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut ia mengungkapkan, pemerintah harus memiliki semacam upaya pertahanan yang sistematis untuk meminimalisir dampak krisis. Pasalnya, krisis itu sendiri tak bisa dideteksi dan dicegah begitu saja.

"Kita perbaiki struktur ekonomi kita. Kalau tidak seimbang, maka akan gampang sekali digoyahkan. Memang, jangka panjang, tetapi harus diupayakan," katanya.

Mantan wakil presiden periode 2009-2014 itu juga menekankan pentingnya koordinasi antar institusi yang bertugas mengatasi krisis, terutama saat krisis itu sendiri sedang terjadi. Oleh karenanya, diperlukan prosedur operasional standar (SOP) yang jelas.

"Koordinasi dalam keadaan krisis semakin sulit. Saat normal saja, sulit. Biasanya semua kembali ke comfort zone-nya (zona nyamannya) masing-masing," terang Boediono.

Hal senada disampaikan Sri Mulyani Indrawati. Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, ketika krisis terjadi, seorang pemimpin akan benar-benar diuji sejauh mana ia memiliki keberanian dan kemauan untuk melawan zona nyamannya sendiri.

"Kalau dalam kondisi krisis, pengambil kebijakan melawan comfort zone. Itu bagian paling tersulitnya. Bagaimana melawan intuisi mengamankan diri sendiri," tutur dia.

Sementara itu, Chatib Basri menekankan pentingnya kerja sama yang baik dalam forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang baik dengan dunia internasional, publik, dan termasuk parlemen.

"Kami tidak mungkin bisa memprediksi krisis. Saya sendiri (ketika menjabat menteri keuangan) selalu meminta untuk dilakukan stress test (uji tekanan). Apakah kita survive (bertahan) atau tidak," pungkasnya. (bir/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER