Pemerintah Pertimbangkan Dua Opsi Skema PSC Gross Split

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Minggu, 11 Des 2016 07:30 WIB
Gross split adalah skema bagi hasil produksi migas, di mana split antara pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan.
Pemerintah akan mengganti rezim PSC Cost Recovery dengan skema kontrak bagi hasil migas gross split. (ANTARA/Dedhez Angara)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengatakan bahwa pemerintah telah mengantongi dua opsi skema kontrak bagi hasil migas (Production Sharing Contract/PSC) gross split, yang rencananya akan menggantikan rezim PSC cost recovery.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas Taslim Yunus menyebut, skema pertama adalah bagi hasil produksi migas bruto langsung antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Setelah mendapatkan bagiannya, KKKS nantinya masih diwajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) migas kepada pemerintah.

Sebagai contoh, jika split asli pemerintah dipatok 50 persen dari produksi bruto, maka penerimaan pemerintah yang riil adalah 50 persen produksi (yang masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP) ditambah PPh migas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Skema ini mengasumsikan, bahwa penerimaan migas negara belum termasuk tax. Pajaknya nanti diperhitungkan sendiri oleh KKKS, setelah split yang dimilikinya dikurangi beban-beban operasional," ujar Taslim, Sabtu (10/12).

Sementara itu, skema kedua PSC gross split rencananya akan memasukkan pajak sebagai komponen split yang diterima pemerintah. Contohnya, jika split yang diterima pemerintah adalah 50 persen dari produksi bruto, maka angka itu sudah mencakup PPh migas.

Meski demikian, Taslim khawatir jika skema nomor dua ini tidak bisa diimplementasikan karena tidak diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010. Namun, pemerintah segera mencari jalan keluar agar kebijakan yang diambil tak berseberangan dengan peraturan yang sudah ada.

"Pembicaraan ini sedang didiskusikan antara internal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan SKK Migas. Alasannya, kami mengasumsikan bahwa UU pajak yang digunakan sudah given dan tak ada perubahan," jelasnya.

Lebih lanjut, ia juga berharap penentuan skema PSC gross split ini bisa selesai Januari mendatang. Pasalnya, pemerintah berencana untuk menggunakan skema ini di dalam perpanjangan PSC blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dioperatori PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ.

Sebagai informasi, PSC blok ONWJ rencananya akan habis pada 18 Januari 2017 mendatang dan diperpanjang mulai keesokan harinya. Di dalam PSC yang berlaku saat ini, bagi hasil (split) minyak milik pemerintah di blok ONWJ dipatok 85 persen dan gas sebesar 70 persen dari produksi netto.

"Jika memang nanti ONWJ menggunakan gross split, maka nanti disesuaikan kontraknya," tuturnya.

Sebagai informasi, Kementerian ESDM akan mengganti sistem PSC dari basis cost recovery menjadi gross split dalam waktu dekat. Gross split sendiri adalah skema bagi hasil produksi migas, di mana split antara pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan.

Sistem ini berbeda dengan PSC cost recovery, di mana split antara pemerintah dan KKKS akan dilakukan setelah produksi bruto dikurangi produksi tertentu dari sebuah blok migas (First Tranche Petroleum/FTP) dan pemulihan biaya produksi migas yang dikeluarkan KKKS (cost recovery).

Sebelumnya, Menteri ESDM, Ignasius Jonan berharap skema PSC gross split ini bisa menyudahi polemik terkait cost recovery. Dengan skema ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak akan terbebani akibat selalu membayar cost recovery kepada KKKS setiap tahunnya.

"Kami akan coba berusaha untuk KKKS ke depan adalah gross split, jadi sudah tidak ada ribut lagi terkait cost recovery. Terserah bagaimana cara kerja KKKS, yang penting beres pas hitungan gross split-nya," ujar Jonan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bulan lalu.

Sebagai informasi, realisasi cost recovery pada tahun 2015 tercatat US$13,9 miliar, atau lebih tinggi dibanding Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas tahun lalu tercatat di angka US$12,86 miliar.

Selain itu, pemerintah menganggarkan cost recovery sebesar US$8,5 miliar pada tahun ini dan masuk di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2016. Angka ini kemudian meningkat US$10,4 miliar di tahun 2017 mendatang.

(les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER