Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku belum mengetahui dampak pergantian skema kontrak bagi hasil minyak dan gas (
Production Sharing Contract/PSC migas) berbasis
cost recovery menjadi PSC
gross split terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 2017.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Goro Ekanto mengungkapkan, instansinya belum mengkaji lebih lanjut rencana pergantian skema bagi hasil migas yang diwacanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Belum ada perhitungannya, kami belum mengkaji apakah PNBP akan berkurang atau tidak," ungkap Goro di Jakarta, Rabu (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun begitu, Goro berasumsi, seharusnya pergantian skema PSC
cost recovery yang digantikan oleh PSC
gross split tak mengubah PNBP 2017.
"Tapi seharusnya tidak berpengaruh karena PNBP seharusnya sudah
nett. PNBP sudah ditetapkan, seharusnya tak mempengaruhi," imbuh Goro.
Ia menduga, pergantian skema bagi hasil antara kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dengan pemerintah seharusnya tak berpengaruh ke PNBP. Karena pergantian tersebut hanya sekadar menimbang mana yang risikonya lebih kecil untuk pemerintah.
"Ini sebenarnya lebih ke pertimbangan risiko, mana yang lebih baik untuk pemerintah. Selama ini
cost recovery membuat banyak biaya yang terbuang. Jadi, pastinya Kementerian ESDM ingin ini lebih kecil risikonya," kata Goro.
Sementara itu, belum mulai bergeraknya BKF dalam melakukan perhitungan terhadap dampak pergantian skema PSC
gross split dari PSC
cost recovery karena belum adanya laporan simulasi perhitungan dari Kementerian ESDM.
BKF ingin, perhitungan dampak pergantian PSC
gross split terhadap PNBP dapat dilakukan usai Kementerian ESDM menentukan opsi skema PSC
gross split lapangan migas mana saja yang akan diberlakukan.
"Kalau konsepnya sudah matang lalu ada perhitungan dari ESDM, baru kita menghitung juga. Sekarang ini
gross split-nya ada dua macam. Nah, kalau sudah jelas baru kita ikut hitung dampak ke PNBP-nya," jelas Goro.
BKF menurutnya tidak akan memberi target waktu bagi Kementerian ESDM untuk sesegera mungkin menyelesaikan hitung-hitungan pergantian skema PSC dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
Baginya yang terpenting, perhitungan dari dua institusi tersebut sudah matang ketika sampai dan akan dihitung oleh BKF.
Untuk diketahui, Kementerian ESDM bersama SKK Migas tengah mempertimbangkan pergantian skema PSC
cost recovery menjadi PSC
gross split, yakni skema bagi hasil produksi migas, di mana
split antara pemerintah dan KKKS dilakukan tepat setelah produksi migas bruto dihasilkan.
Namun begitu, saat ini Kementerian ESDM dan SKK Migas tengah menimbang dua opsi PSC
gross split.
Opsi pertama merupakan bagi hasil produksi migas bruto langsung antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Di mana, saat mendapatkan hasilnya, KKKS masih mewajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) migas kepada pemerintah.
Opsi kedua, yakni PSC
gross split rencananya akan memasukkan pajak sebagai komponen
split yang diterima pemerintah.