Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan rencananya akan memberi waktu tujuh tahun kepada Jepang untuk membangun Blok Masela. Durasi tersebut lebih pendek dari yang diminta Jepang, yaitu 10 tahun.
Kendati demikian, Luhut mengaku, masih membicarakan kontrak tersebut kepada investor Jepang. Pasalnya, hingga kini, masih ada perbedaan pendapat terkait proyek pembangunan fasilitas pengolahan
Liquefied Natural Gas (LNG) dengan skema darat (
onshore).
"Ini masih dibicarakan. Jepang minta kontrak 10 tahun, tapi kami bisa berikan paling banyak hanya tujuh tahun," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jumat (23/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait lamanya masa kontrak, lanjutnya, sejauh ini masih dilakukan perundingan. Namun, Luhut tidak membantah jika dalam waktu dua pekan perjanjian kontrak itu sudah tertulis di atas kertas.
"Kemarin sudah berunding, paling lama satu atau dua minggu sudah bisa yah itu di atas kertas," imbuh Luhut.
Luhut juga menyinggung soal
cost recovery yang diminta oleh pihak Jepang. Ia bilang, dalam pertemuan terakhir, pihak Jepang menyepakati pergantian itu sebesar US$1,2 miliar.
Namun, sambung Luhut, besaran itu belum bisa diputuskan oleh pemerintah Indonesia hingga kini, karena untuk menentukan besaran dana itu harus dilakukan audit terlebih dahulu.
"Ada
subject audit, kami juga harus adil dalam hal ini, tidak bisa langsung tentukan nominal berapa, masih ada beberapa pertimbangan," jelasnya.
Sekadar informasi, Inpex sudah mulai mengelola blok Masela sejak 1998 sejak meneken bagi hasil produksi (
production sharing contract/PSC) dengan jangka waktu 30 tahun.
Setelah itu, rencana penambangan (
plan of development/PoD) pertama blok Masela ditandatangani Pemerintah pada 2010 lalu. Inpex sendiri memiliki hak partisipasi 65 persen, sedangkan sisanya dikempit oleh shell.
Kemudian, pada 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukannya cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 TCF ke angka 10,73 TCF. Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA.
Jika rampung, pembangunan ini digadang akan menjadi proyek fasilitas LNG terbesar di dunia. Namun, pada Maret lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan Blok Masela dilakukan secara
onshore, karena dinilai memiliki dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Karena harus melakukan valuasi ulang atas perubahan rencana pengembangan fasilitas LNG, Inpex meminta tambahan waktu kontrak 10 tahun ke pemerintah.
(bir/gen)