Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, penandatanganan kontrak bagi hasil produksi (
Production Sharing Contract/PSC) Wilayah Kerja (WK) East Natuna diharapkan bisa terlaksana pada akhir tahun mendatang. Ini lebih lambat setahun lebih dibanding target awal yaitu bulan November 2016 silam.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, banyak hal yang masih perlu dibahas sehingga penandatanganan mundur hingga tahun ini. Tahapan di dalam produksi migas, jelasnya, menjadi bahasan yang paling alot di dalam internal Kementerian ESDM.
Pada awalnya, pemerintah ingin PSC dilakukan untuk produksi minyak terlebih dahulu dan dilanjutkan PSC untuk produksi gas setelah kajian teknis dan pemasaran (
Technical and Market Review/TMR) selesai dilakukan. Pasalnya, gas dari East Natuna mengandung 72 persen karbondioksida, sehingga kemungkinan harganya bisa cukup tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurut Wiratmaja, ada kemungkinan dua PSC itu akan digabung menjadi satu kontrak pada akhir tahun mendatang.
"Tadinya kami inginnya minyak dulu, tapi banyak hal yang harus dibahas jadi belum bisa dimulai. Ada pertimbangan (kedua PSC tersebut) digabung," ujar Wiratmaja di Kementerian ESDM, Selasa (10/1).
Lebih lanjut ia menjelaskan, bisa saja sistem PSC East Natuna menggunakan skema baru gross split jika aturannya keluar sebelum tenggat waktu pelaksanaan PSC. Apalagi, PSC East Natuna adalah kontrak baru, sehingga penerapan gross split sangat tepat untuk diterapkan.
Kendati demikian, ia tak menyebut besaran split dasar (
based split) jika PSC East Natuna jadi menggunakan
gross split. Di dalam draft PSC yang disusun pemerintah, sebelumnya
split Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk produksi minyak dari blok East Natuna dipatok sebesar 40 persen dan gas ditetapkan 45 persen.
"Nanti itu sedang kami bicarakan," ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, ia berharap TMR dan penetapan
fiscal terms bisa selesai tahun ini. "Tapi masalah kenapa PSC minyak dan gas akhirnya digabung, jawabannya bukan wewenang saya," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, ExxonMobil, yang merupakan bagian dari konsorsium yang akan menggarap East Natuna, mengatakan siap melakukan penandatanganan PSC produksi minyak terlebih dahulu. Ia bilang, langkah ini dianggap sama-sama menguntungkan pemerintah dan KKKS.
"Untuk menguntungkan kedua belah pihak, mereka katanya akan mulai dengan yang ada minyaknya dulu, baru nanti yang ada gasnya. Seperti itu," jelas Luhut di kantornya, Jumat (6/1) pekan lalu.
Sebagai informasi, blok East Natuna rencananya akan dioperatori secara konsorsium oleh PT Pertamina (Persero), ExxonMobil, dan PTT Exploration and Production Pcl (PTTEP). Blok East Natuna sendiri memiliki volume gas di tempat (
Initial Gas in Place/IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan terbukti sebesar 46 tcf.
Penandatanganan PSC East Natuna pada awalnya akan ditandangani pada bulan September. Namun, hal ini tidak jadi dilakukan karena Kementerian ESDM menganggap Pertamina belum siap.
Setelah itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, seharusnya penandatangan PSC East Natuna dilakukan 14 November lalu. Namun karena kajian belum rampung, maka penandatanganan PSC diundur kembali.
(gen)