Jakarta, CNN Indonesia -- PT HM Sampoerna Tbk meminta pemerintah tak lagi merancang beban tambahan berupa pengenaan tarif tinggi kepada industri hasil tembakau (IHT) di sepanjang tahun ini.
Pasalnya, menurut Elvira Lianita, Head of Fiscal Affairs and Communications Sampoerna, kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Negara (PPN) dan cukai rokok sudah sangat membebani industri rokok.
"Kami berharap tidak ada tambahan beban kepada industri hasil tembakau karena akan menyebabkan banyak konsekuensi pada mata rantai industri," ujar Elvira kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Elvira merinci, kenaikan PPN dan cukai rokok berdampak langsung pada beberapa komponen industri. Pasalnya, pelaku industri perlu menyesuaikan harga jual rokok setelah dikenakan kenaikan tarif PPN dan cukai rokok.
Namun begitu, Sampoerna belum ingin membagi berapa perkiraan kenaikan harga jual rokok dari Sampoerna yang akan diterapkan pasca adanya kenaikan tarif PPN dan cukai rokok.
Hanya saja, Sampoerna menekankan bahwa jalan industri rokok akan kian sulit di tahun 2017. Pasalnya, kenaikan tarif PPN dan cukai rokok akan berdampak pada sejumlah komponen di industri tersebut.
Pertama, memperlambat roda produksi industri. Hal ini merujuk pada jumlah produksi hasil tembakau tahun 2016 yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2015.
"Merujuk informasi yang disampaikan Kementerian Keuangan, terjadi penurunan jumlah produksi hasil tembakau dan penurunan ini juga terefleksikan pada penurunan penerimaan cukai kepada pemerintah," jelas Elvira.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu), produksi rokok menurun dari 348 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 342 miliar batang di tahun 2016.
Adapun penurunan jumlah produksi hasil rokok selaras dengan merosotnya realisasi penerimaan cukai rokok yang diterima pemerintah, yakni dari semula Rp139,5 triliun di tahun 2015 menjadi hanya Rp137,96 triliun di tahun 2016.
Kedua, imbas terhadap tenaga kerja di industri rokok. Pasalnya, harga jual yang tinggi dengan jumlah produksi yang ikut menurun berpotensi membuat industri mengurangi jumlah pekerjanya. Padahal, industri rokok menjadi salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja.
"Industri ini memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang signifikan, baik di pabrikan, pertanian tembakau dan cengkeh, maupun rantai perdagangan rokok," imbuhnya.
Ketiga, menyuburkan pertumbuhan rokok ilegal. Situasi harga jual rokok legal yang kian tinggi berpotensi menguntungkan rokok ilegal yang dijual lebih murah karena tak terjerat tarif PPN dan cukai rokok selayaknya rokok legal.
Bila hal ini terjadi, tentu yang terkena imbasnya bukan hanya industri, namun juga pemerintah. Sebab, ada potensi penerimaan cukai rokok yang menguap begitu saja dari kantong pemerintah.
Oleh karenanya, Elvira meminta pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal melalui regulasi yang tepat untuk mempertimbangkan pengenaan tarif PPN dan cukai rokok yang meningkat di tahun ini.
"Kami sangat mengharapkan agar pemerintah mengambil kebijakan fiskal dan regulasi yang tepat, khususnya dengan mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan kelangsungan industri," tutupnya.
Untuk diketahui, mulai tahun ini, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN rokok dari semula 8,7 persen menjadi 9,1 persen. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan pengenaan cukai rokok untuk tiap-tiap golongan rokok, dengan rata-rata kenaikan sebesar 10,54 persen dan rata-rata harga jual eceran (HJE) sebesar 12,26 persen.
Meski ada kenaikan tarif PPN dan cukai rokok, Analis Panin Sekuritas, Frederik Rasali melihat, imbas kenaikan tersebut tak akan menghambat pertumbuhan keuntungan Sampoerna.
Ia menilai, Sampoerna memiliki permodalan dan pangsa pasar yang besar sehingga dianggap mampu mengamankan penjualan dari pukulan kenaikan tarif PPN dan cukai rokok.
Untuk diketahui, Sampoerna mencatatkan peningkatan kinerja sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2016. Produsen rokok A Mild tersebut meraup laba bersih Rp9,08 triliun, tumbuh 19,54 persen dari periode yang sama 2015 sebesar Rp7,59 triliun.Pada kuartal III 2016, pangsa pasar Sampoerna mencapai 34,5 persen, meningkat sebesar 0,4 persen dari pangsa pasar di kuartal II. Pertumbuhan pangsa pasar ini didorong oleh kinerja yang kuat di segmen sigaret kretek mesin (SKM) full-flavor. Perusahaan juga mencatatkan pendapatan bersih (tidak termasuk cukai) dalam sembilan bulan pertama 2016 sebesar Rp31,8 triliun, tumbuh sebesar 4,9 persen dari Rp30,3 triliun pada periode yang sama di tahun 2015.