Anomali Riset Anyar JPMorgan Belum Bisa Rayu Pemerintah

CNN Indonesia
Selasa, 17 Jan 2017 07:07 WIB
Ekonom menyarankan pemerintah untuk teguh dengan sikapnya, yakni memutus kontrak dengan JPMorgan dan membina kembali hubungannya 12 bulan mendatang.
Ekonom menyarankan pemerintah untuk teguh dengan sikapnya, yakni memutus kontrak dengan JPMorgan dan membina kembali hubungannya 12 bulan mendatang. (REUTERS/Eric Thayer).
Jakarta, CNN Indonesia --
Anomali riset terbaru JPMorgan Chase & Co tidak lantas membuat hubungan lembaga keuangan asal Amerika Serikat (AS) itu kembali mesra dengan pemerintah. Buktinya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih mendepak JPMorgan keluar dari daftar diler utama penjual Surat Utang Negara (SUN).

JPMorgan mengoreksi posisi Indonesia dari level underweight pada riset 13 November 2016 ke level neutral pada riset kemarin, Senin (16/1), seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Bagus,” ujar Sri Mulyani singkat. Ia enggan menanggapi lebih lanjut mengenai sikap pemerintah terhadap hasil riset terbaru JPMorgan. Ia juga emoh menjawab saat ditanya mengenai kans JPMorgan kembali menjadi mitra pemerintah dalam melego SUN.

Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai, koreksi posisi Indonesia yang tertuang dalam hasil riset bank investasi dari Negeri Paman Sam tersebut tidak akan sukses merayu pemerintah menarik kembali sanksinya dalam waktu relatif singkat.

"Mungkin tidak digantungkan sampai dua tahun. Tetapi, juga tidak satu minggu ke depan lalu diubah. Perlu waktulah," tutur Tony.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, ia menyarankan, pemerintah untuk teguh dengan sikap yang telah dibuat, yakni memutus kontrak dengan JPMorgan dan baru membina hubungan kembali setidaknya 12 bulan mendatang.

Menurutnya, pemerintah perlu tetap menjalankan aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 234/PMK.08/2016 terkait Perubahan Kedua atas PMK Nomor 134/PMK.08/2013 terkait Dealer Utama SUN.

Dalam beleid yang resmi diterbitkan pada 30 Desember 2016 lalu, Kementerian Keuangan merevisi batas waktu pengajuan kembali atas diler utama yang izinnya dicabut oleh pemerintah, yaitu dalam waktu 12 bulan sejak izin dicabut.

"Pemerintah Indonesia perlu menjaga kredibilitas. Karena keputusan yang diambil juga tidak sembarangan. Itu pasti dengan banyak pertimbangan," imbuh Tony.

Sekadar informasi, JPMorgan kembali mengeluarkan hasil riset terbaru yang menyebutkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia berhasil naik satu tingkat dari sebelumnya di level underweight ke level neutral.

JPMorgan menyebut, perbaikan kondisi ekonomi Indonesia tercermin dari kemampuan pasar modal Indonesia bertahan dari guncangan volatilitas pasar obligasi yang terjadi sejak Donald Trump resmi terpilih menjadi Presiden AS.

"Fundamental makro Indonesia kuat, dengan potensi pertumbuhan tinggi dan rasio utang terhadap PDB yang rendah, seiring dengan reformasi ekonomi," tulis Adrian Mowat, analis dari JPMorgan.

Selain itu, JPMorgan juga menyebut perbaikan ekonomi Indonesia terlihat dari data konsumen yang menunjukkan bahwa penjualan otomotif, khususnya kendaraan roda dua berhasil meningkat.

Sementara, riset sebelumnya menyebutkan kondisi ekonomi Indonesia cenderung turun seiring dengan penurunan kinerja Indeks Asia Pasifik, seperti Jepang dan negera berkembang lainnya, yang memiliki risiko cukup besar yang berimbas pada penarikan dana dan volatilitas obligasi menjadi tinggi.

Hasil riset ini membuat Sri Mulyani geram dan memutuskan kontrak kerja sama dengan JPMorgan sebagai salah satu mitra pemerintah. Pemutusan kontrak tersebut dilakukan karena riset JPMorgan tidak kredibel dan menciptakan ketidakpastian bagi investor yang ingin memarkirkan dananya di dalam negeri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER