Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia menilai arah kebijakan perdagangan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) saat ini belum jelas. Pasalnya, negara adidaya Amerika Serikat (AS) belum menyatakan kejelasan setelah dipimpin presiden baru, Donald Trump.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, tampaknya jalan menuju Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO di Buenos Aires, Argentina akan banyak diwarnai ketidakpastian setidaknya hingga pertengahan tahun ini.
“Utamanya karena salah satu negara anggota kunci yakni Amerika Serikat belum dapat memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan perdagangannya secara umum dan harapannya terhadap WTO secara khusus. Para Menteri yang hadir tampaknya tidak ingin berspekulasi mengenai hal ini,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (23/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, lanjutnya, para menteri dari negara anggota WTO sepakat menjaga sistem perdagangan multilateral tetap menjadi arus utama perdagangan dunia. Kesepakatan ini diambil guna mengantisipasi menguatnya sistem perdagangan unilateral yang bila dibiarkan akan meningkatkan resiko terjadinya “perang dagang” antar negara.
“Para menteri dari 29 negara sepakat mempersiapkan lebih dini pelaksanaan KTM WTO ke-11 Desember mendatang di Buenos Aires, Argentina, guna mengembalikan kepercayaan dunia pada sistem perdagangan multilateral di bawah WTO,” jelasnya.
Hal ini diungkapkan Enggar usai berpartisipasi dan terlibat dalam diskusi aktif dengan para Menteri dan Wakil Menteri anggota WTO yang melakukan pertemuan informal tahunan di Hotel Morosani Schweizerhof, Davos, Swiss, Jumat (20/2).
"Indonesia berpandangan bahwa dengan berbagai kekurangannya, sistem yang dikelola WTO merupakan sistem perdagangan multilateral terbaik saat ini, karena pilihan lainnya hanya chaos di mana satu negara secara unilateral dapat menghukum negara lain yang dianggap berbuat curang, tanpa melalui proses hukum yang adil dan obyektif berdasarkan dokumen hukum yang sebelumnya telah disepakati bersama,” tambah Mendag Enggar.
Dipimpin oleh Kepala Departemen Federal Urusan Ekonomi, Pendidikan dan Penelitian Swiss, Johann Schneider-Ammann, pertemuan dimulai dengan laporan Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo mengenai perkembangan diskusi di Jenewa untuk menindaklanjuti hasil-hasil KTM Nairobi pada bulan Desember 2015.
“Dirjen WTO mengakui bahwa negara anggota cukup aktif membahas berbagai isu setelah KTM Nairobi, namun belum ada kemajuan yang signifikan sebagai basis untuk menyusun prioritas isu yang akan dibawa ke KTM Buenos Aires,” jelas Enggar.
Negara atau kelompok negara yang mengusulkan sesuatu untuk dirundingkan harus bekerja proaktif agar usulannya mendapatkan “traction," dan agar negara anggota mengutamakan pendekatan multilateral dan tidak menempuh pendekatan plurilateral.
Merespons dua pertanyaan dasar tentang pencapaian KTM Buenos Aires dan bagaimana mencapainya, Enggar menyatakan sebagian besar menteri menyuarakan harapannya (wish list) agar dapat dibahas segera.
Beberapa isu yang banyak diangkat di antaranya adalah perundingan sektor pertanian (utamanya disiplin dalam domestic support atau subsidi di negara maju), subsidi di sektor perikanan, peraturan domestik di sektor jasa, disiplin ketentuan anti-dumping dan subsidi, serta isu-isu baru seperti fasilitasi perdagangan jasa, fasilitasi investasi, e-commerce, dan UMKM.
(gir)