Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak turun kurang dari 1 persen lebih pada perdagangan Rabu (25/1) setelah data menunjukkan kenaikan stok minyak mentah AS, memperkuat pandangan bahwa harga tidak terbuai pemotongan produksi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Seperti dilansir dari
Reuters, harga minyak mentah berjangka AS untuk pengiriman Maret menetap di US$52,75 per barel, turun 43 sen setelah sebelumnya jatuh serendah US$52,56 per barel. Sementara harga minyak mentah Brent turun 36 sen pada US$55,08 per barel.
"Minyak mentah di tengah-tengah rentang perdagangan yang mulai terungkap pada awal Desember. Kita memiliki pasar dengan kebiasaan serius, yang menelan terlalu banyak spekulasi," kata Walter Zimmerman, Chief Technical Analyst ICAP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, ekspektasi pasar terhadap penurunan produksi oleh OPEC telah menyediakan batas untuk harga. Sementara spekulasi yang ekstrim terkait pertumbuhan produksi minyak AS merubuhkan batas harga tersebut.
Energy Information Administration (EIA) AS melaporkan bahwa stok minyak mentah, bensin dan diesel naik, membenarkan laporan dari kelompok perdagangan, American Petroleum Institute (API) pada Selasa malam lalu.
Data EIA, bagaimanapun, menunjukkan kenaikan besar dalam stok bensin sebanyak 6,8 juta barel, melebihi ekspektasi analis dan angka dalam laporan API.
Sebelumnya, harga minyak telah menemukan dukungan dalam beberapa pekan terakhir karena rencana OPEC dan produsen lain untuk memotong produksi. Sekitar 1,5 juta barel per hari (bph) telah dipotong dari pasar, dari 1,8 juta barel per hari yang disepakati oleh produsen besar mulai 1 Januari.
Sementara itu, produksi minyak AS telah meningkat lebih dari 6 persen sejak pertengahan 2016, namun tetap berada 7 persen di bawah puncaknya pada 2015. Produksi kembali ke level yang dicapai pada akhir tahun 2014, ketika produksi AS yang kuat memberikan kontribusi untuk kehancuran harga minyak mentah.
Janji Presiden Donald Trump untuk mendukung industri minyak AS telah mendorong analis untuk merevisi naik perkiraan mereka soal pertumbuhan produksi minyak dalam negeri, yang sudah mendapatkan manfaat dari harga yang lebih tinggi.
(gir)