Sri Mulyani Tidak Takut Ramalan Investasi Global Melorot

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 26 Jan 2017 23:01 WIB
Menkeu Sri Mulyani percaya peran domestic saving dalam memacu laju ekonomi bisa tercermin melalui penyaluran kredit oleh perbankan.
Menkeu Sri Mulyani percaya peran domestic saving dalam memacu laju ekonomi bisa tercermin melalui penyaluran kredit oleh perbankan. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai tingginya tingkat simpanan domestik (domestic saving) bisa menjadi modal Indonesia dalam menghadapi tren penurunan investasi global.

Peran domestic saving dalam memacu laju ekonomi bisa tercermin melalui penyaluran kredit oleh perbankan.

"Sumber investasi kan bisa dari sisi domestic saving dan di Indonesia kan memiliki level simpanan domestik yang cukup tinggi. Selama ini kan diterjemahkan dalam bentuk pertumbuhan kredit perbankan," tutur Sri Mulyani saat menghadiri CIMB Niaga Economic Forum 2017, Kamis (26/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan Data Bank Dunia, pada tahun 2015, simpanan domestik bruto Indonesia mencapai 34,8 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sebagai pembanding, di tahun yang sama, simpanan domestik bruto China mencapai 49,2 persen, Amerika Serikat sebesar 17,5 persen, Malaysia 32,7 persen, Thailand 35,4 persen, dan Filipina 13,9 persen.

Namun demikian Sri Mulyani menyadari, pertumbuhan kredit perbankan mengalami perlambatan dalam tiga tahun terakhir. Hal itu disubstitusi oleh Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan penerbitan obligasi korporasi.

Tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meramalkan kredit perbankan bisa mencapai kisaran 9 hingga 12 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya mampu tumbuh satu digit. Tercapai atau tidaknya target tersebut, kata Sri Mulyani, sangat bergantung dari keyakinan terhadap sektor usaha sehingga industri perbankan mampu melakukan ekspansi kredit.

"Kita melihat kesempatan itu [peningkatan pertumbuhan kredit] muncul dengan adanya tren harga komoditas yang tidak terus memburuk. Kemudian, volume perdagangan internasional juga sudah mulai naik," ujarnya.

Sementara dari sisi simpanan dalam bentuk obligasi, Sri Mulyani juga memandang positif aksi orang asing yang ingin memiliki obligasi terbitan korporasi maupun pemerintah Indonesia dalam denominasi rupiah. Namun, ia berharap imbal hasil (yield) harus menggambarkan pengembalian (return) dan risiko yang seimbang.

"Kami juga akan terus menjaga sisi kebijakan agar mereka (investor) memiliki persepsi terhadap risiko lebih baik sehingga mereka tidak menciptakan yield yang terlalu tinggi," ujarnya.

Sebagai informasi, laporan Bank Dunia yang bertajuk "Global Economic Prospects Weak Investment in Uncertain Times' mencatat tren penurunan investasi global, termasuk negara berkembang.

Di Asia Timur dan Pasifk, pertumbuhan inflasi terus menurun dari 12,1 persen pada 2010 menjadi 6,5 persen secara rata-rata. Padahal, selama periode 2003-2008, pertumbuhan investasi bisa mencapai dua digit. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER