Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah belum membuat proyeksi penerimaan negara dari tarif bea keluar minyak sawit mentah (
Crude Palm Oil/CPO) yang naik dari semula US$3 per metrik ton menjadi US$18 per metrik ton pada Februari ini.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia memastikan, pemerintah ingin melihat lebih jauh pergerakan harga CPO dunia sebelum membidik proyeksi penerimaan dan melakukan penyesuaian dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
"Kita mencoba mencari berbagai penerimaan negara tetapi saya lihat bahwa optimisme dari sisi tren tetap perlu untuk dijaga," ujar Sri Mulyani di Pertemuan Nasional Sawit Indonesia (PNSI), Kamis (2/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani bilang, pemerintah perlu melihat proyeksi produksi untuk mempertimbangkan ketersediaan ekspor sawit yang selanjutnya akan mempengaruhi harga minyak sawit dunia.
"Tergantung dari berapa persentase kenaikan, berapa harga sawit yang kemudian dinaikkan dengan berapa jumlah bea keluar ini," jelas Sri Mulyani.
Selain itu, pemerintah juga perlu melihat keberlangsungan dari industri sawit ke depan bila menerapkan besaran bea keluar baru pada komoditas minyak sawit yang diekspor.
Adapun Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar periode bulan Februari 2017 sebesar US$815,52 per metrik ton. Bea keluar ini meningkat sekitar 3,46 persen bila dibandingkan bea keluar pada Januari 2017 lalu sebesar US$788,26 per metrik ton.
Dengan penetapan bea keluar ini, pemerintah akan mengenakan bea keluar untuk CPO sebesar US$18 per metrik ton untuk periode Februari 2017. Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02/M-DAG?PER/1/2017 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang dikenakan Bea Keluar.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai kebijakan pemerintah mengerek bea keluar terhadap ekspor CPO merupakan konsekuensi dari bisnis yang dijalankan.
Imbas EksporDirektur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan, aturan tersebut memang telah dibuat oleh pemerintah dan pengusaha mau tidak mau harus menurutinya. Hanya saja, imbasnya, diperkirakan ekspor CPO di Januari akan lebih tinggi dibandingkan Februari.
"Respons eksportir, biasanya melakukan ekspor sebelum Februari. Jadi mungkin di Januari ini ekspor meningkat tapi kita tidak bisa hindari karena sudah aturan," katanya.
Berdasarkan data GAPKI, sepanjang tahun lalu volume produksi minyak sawit dalam negeri mencapai 34,5 juta ton di mana sebanyak 25,1 juta ton diekspor oleh industri sawit dalam negeri.
Dari hasil ekspor tersebut, negara mencatatkan nilai perdagangan dari industri sawit sebanyak US$18,1 miliar atau turun 3 persen dari 2015, yakni US$18,6 miliar. Adapun rata-rata harga CPO global hingga tutup tahun 2016 sebesar US$750 per metrik ton.
Sedangkan untuk tahun ini, GAPKI memperkirakan, produksi minyak sawit akan mencapai 38,7 juta ton atau meningkat 12 persen dibandingkan tahun lalu. Kemudian, untuk ekspor minyak sawit sepanjang tahun ini diperkirakan akan menyentuh 27 juta ton.
(gen)