Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan konsumsi pemerintah pada kuartal IV 2016 terjerembab menjadi minus 4,05 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Capaian tersebut amblas lebih dalam dari realisasi kuartal sebelumnya, minus 2,95. Selain itu, capaian ini juga jauh di bawah realisasi periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 7,12 persen.
Bahkan, secara akumulasi, belanja pemerintah malah bekontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi tahun lalu. Tercatat, laju konsumsi pemerintah turun 0,15 persen sehingga konstribusinya minus 0,01 persen terhadap perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BPS Suhariyanto yang akrab disapa Ketjuk mengungkapkan, turunnya konsumsi pemerintah dipicu oleh penyesuaian anggaran. Seperti diketahui, pada paruh kedua tahun lalu pemerintah lakukan penghematan anggaran sebesar Rp137,6 triliun untuk mengantisipasi melesetnya target penerimaan.
"Kalau kita lihat belanja pemerintah mengalami kontraksi menjadi 4,05 persen karena penurunan belanja barang dan bantuan sosial," tutur Ketjuk di kantornya, Senin (6/2).
Namun demikian, secara nominal, realisasi belanja pemerintah sepanjang Oktober-Desember 2016 mencapai Rp549 triliun atau lebih tinggi dari tahun lalu, yang hanya sebesar Rp537,75 triliun.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Eko Listianto mengungkapkan turunnya konsumsi pemerintah bisa disebabkan oleh aparat yang menjadi terlalu berhati-hati dalam membelanjakan anggaran. Hal itu dilakukan untuk menjaga defisit agar tetap di bawah tiga persen.
Hal itu juga tak lepas dari kegagalan pemerintah dalam menyusun budget negara yang kredibel. Akibatnya, lanjut Eko, anggaran kementerian/lembaga tidak terserap optimal.
"Faktor kekhawatiran akan tembusnya defisit akhirnya banyak keluar regulasi yang membatasi belanja," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal. Menurut Faisal, seharusnya tahun lalu pemerintah tidak terlalu banyak memangkas anggaran.
Ia menilai, salah satu cara menyiasatinya adalah dengan memacu realisasi penerimaan dan mengkombinasikannya dengan menambah pembiayaan.
"Pemerintah bisa mengambil berbagai langkah kombinasi untuk menjadi konsumsi belanja pemerintah," ujarnya.
Sementara, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai meskipun secara persentase belanja pemerintah mengalami kontraksi, kualitas belanja dan efisiensi belanja diyakininya lebih baik.
"Kalau kita lihat pola penyerapan anggaran tahun 2016 dibandingkan tahun 2015 sudah jauh lebih bagus dalam hal belanja rutin,belanja barang, dari bulan ke bulan meningkat," ujarnya.
Sebagai informasi, penyerapan belanja pemerintah sepanjang tahun lalu terealisasi Rp 1.859,5 triliun atau 89,3 persen dari target yang telah ditetapkan di APBN-P 2016 sebesar Rp 2.082,9 triliun.
(gir/gir)